JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN
TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK BALITA DI BALAI
PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU
AMBARAWA TAHUN 2007
Oleh : Erni Murniasih dan Livana
ABSTRACT
.
Background: Penyakit TB paru sampai saat ini masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Prevalensi TB paru dari tahun ke tahun di kabupaten
Semarang tetap tinggi meskipun strategi penanganan yang diterapkan relatif
sama, yaitu pencegahan dengan imunisasi. Penemuan penderita dan
pengobatan dengan strategi DOT atau pengobatan dengan pengawasan minum
obat secara langsung. Pencegahan dengan imunisasi merupakan tindakan
mengakibatkan seseorang mempunyai ketahanan tubuh yang lebih baik,
sehingga mampu mempertahankan diri terhadap penyakit atau masuknya kuman
dari luar. Imunisasi terhadap penyakit TB adalah imunisasi Bacillus Calmette
Guerin (BCG) yang telah diwajibkan di beberapa negara dan direkomendasikan
di beberapa negara lainnya. Penyakit TB banyak terjadi pada anak balita di
kabupaten Semarang padahal anak balita tersebut sebagian besar sudah
divaksinasi BCG. Berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan penelitian ini
dengan tujuan mengetahui hubungan antara pemberian imunisasi BCG dengan
kejadian TB Paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru
Ambarawa. Penelitian ini dilaksanakan tanggla 14 Mei-12 Juni 2007.
Methods: Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen dengan design
penelitian studi komparatif yang bersifat Case Control (retrospektif) yang
bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian TB Paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru
Ambarawa. Penentuan sampel secara Non Random Sampling jenis sampling
jenuh. Subyek penelitian (responden) pada semua anak balita yang sedang
menjalani pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru Ambarawa. Jumlah
sampel sebanyak 94 responden (47 kasus dan 47 kontrol). Pengumpulan data
dilakukan dengan mengisi kuisioner yang berbentuk pertanyaan tertutup yang
diberikan kepada orang tua balita yang memenuhi sampel.
Result : Hasil uji statistik dengan menggunakan Rasio Odss (Ψ) dengan interval
kepercayaan 95% dan didapatkan hasil OR: 0,489. Hal ini berarti adanya
hubungan antara pemberian imunisasi BCG dengan kejadian TB Paru.Dengan
demikian pemberian imunisasi BCG dapat mengurangi resiko terjadinya TB Paru
pada anak balita.
Kata kunci: Imunisasi BCG, kejadian TB Paru.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Penyakit Tuberkulosis (TB) paru sampai saat ini masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Perhitungan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menunjukkan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB dengan
sekitar 9 juta kasus baru Tuberkulosis setiap tahun. Artinya ada satu orang yang
terinfeksi kuman Mycobacterium Tuberkulosis setiap detik. Kematian yang
disebabkan oleh penyakit Tuberkulosis sekitar 1,6 juta per tahun (Moedjiono,
2007; WHO 2006). Selain itu TB membunuh 1 juta wanita dan 100.000 anak
setiap tahunnya. Tidak kurang dari 583.000 penderita paru dengan 262 BTA
positif dan 140.000 kematian terjadi akibat tuberkulosis pertahun. Pada anak
terdapat 450.000 anak usia di bawah 15 tahun meninggal dunia karena
Tuberkulosis (WHO, 2003). Karena itulah pada tahun 1993 WHO
mencanangkan keadaan darurat global untuk penyakit Tuberkulosis (WHO,
1994).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 di Indonesia
menunjukkan bahwa Tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua golongan
usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Dalam pola penyakit
tuberkulosis menempati urutan ketujuh dengan prevalensi 4,2/1000 penduduk.
Sedangkan survei lain menunjukkan bahwa prevalensi Tuberkulosis Paru
dengan BTA positif sebesar 2,5% yaitu suatu angka yang cukup tinggi karena di
seluruh dunia Pravelensi Tuberkulosis Paru sebesar 0,01% (Misnadiarly, 1994).
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Pada tahun 1994 – 1995 diperkirakan di Indonesia terdapat 1,3 juta kasus
tuberkulosis baru pada anak di bawah usia 15 tahun dan merupakan 5 – 15%
seluruh kasus TB (Santoso, 1994).
Pada tahun 2006 angka temuan kasus baru (Case Detection Rate/CDR)
di Indonesia sebesar 74% atau didapati 174.704 penderita baru dengan
BTA/Basal Tahan Asam positif. Angka kesembuhannya (Sucses Rate/SR) 89%.
Hal ini melampaui target global, yaitu CDR 70% dan SR 85%. Angka kejadian
tuberkulosis menurun dari 128/100.000 penduduk pada tahun 1999 menjadi
107/100.000 penduduk pada tahun 2005. Dalam kenyataannya angka kejadian
itu tidak sama untuk seluruh Indonesia, dimana angka kejadian di Sumatera
160/100.000 penduduk, Jawa 107/100.000 penduduk, Yogyakarta/Bali
64/100.000 penduduk, dan kawasan Indonesia timur (Kalimantan, Sulawesi,
NTB, NTT, Maluku, dan Papua) 210/100.000 penduduk (Depkes RI, 2007).
Pada tahun 2001 sampai dengan 2004 Prevalensi TB Paru di Kabupaten
Semarang sebesar 2,8% dan pada tahun 2005 menurun sedikit menjadi 2,4%
(Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2005,2006), tetapi belum mencapai
target yang ditetapkan WHO yaitu sebesar 0,01%. Prevalensi TB Paru di
Kabupaten Semarang dari tahun ketahun tetap tinggi meskipun strategi
penanganan yang diterapkan relatif sama, yaitu pencegahan dengan Imunisasi
(Expanded Programme on Imunization), penemuan penderita (Case Detection)
dan pengobatan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse) atau pengobatan dengan pengawasan minum obat secara
langsung.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Pencegahan dengan Imunisasi atau vaksinasi merupakan tindakan yang
mengakibatkan seseorang mempunyai ketahanan tubuh yang lebih baik,
sehingga mampu mempertahankan diri terhadap penyakit atau masuknya kuman
dari luar (Roitt, 1997). Vaksinasi terhadap penyakit tuberkulosis adalah vaksinasi
Bacillus Calmette-Guerin (BCG), yang telah diwajibkan di 64 negara dan
direkomendasikan di beberapa Negara lainnya (Briassoulis , 2005). Indonesia
telah melaksanakan vaksinasi BCG sejak tahun 1952.
Dari tahun 1952 sampai 1978 vaksinasi BCG diberikan secara dini
(segera sesudah lahir). Dengan adanya Program Pengembangan Imunisasi
(PPI), pada tahun 1978 waktu pemberiannya diubah menjadi BCG secara lambat
(pada umur 3 bulan), meskipun belum ada kesatuan pendapat antara para klinisi
dan pemerintah. Pada tahun 1990 PPI mengubah pemberian vaksinasi BCG
menjadi segera setelah lahir (dini) kembali (Lanasari, 1990).
Infeksi TB banyak terjadi pada anak – anak yang sejak semula
menghasilkan uji Mantoux positif tetapi tetap divaksinasi BCG, sehingga
kemungkinan diantara mereka sudah menderita TB sebelum divaksinasi. Kini
diakui vaksinasi BCG setidaknya dapat menghindarkan terjadinya TB paru berat
pada anak, tuberkulosis milier yang menyebar keseluruh tubuh dan meningitis
tuberkulosis yang menyerang otak, yang keduanya bisa menyebabkan kematian
pada anak (Depkes RI, 2001,2002b).
Jika dilihat angka Nasional dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SKDI) tahun 2002 – 2003 cakupan Imunisasi BCG telah mencapai
target yaitu sebesar 82,5%. Hasil studi pendahuluan di Balai Pengobatan
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Penyakit Paru-paru Ambarawa pada tanggal 12 Mei 2007, diperoleh data bahwa
pada tahun 2006 di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa terdapat
426 anak yang menderita Tuberkulosis dan pada tanggal 12 Mei 2007 terdapat 5
anak balita yang menderita Tuberkulosis paru dan 3 anak balita yang tidak
menderita Tuberkulosis Paru, dimana dari 8 anak balita tersebut, 7 anak balita
sudah diberikan imunisasi BCG dan 1 anak balita tidak diberikan imunisasi BCG
dan anak balita tersebut tidak menderita TB Paru. Berdasarkan masalah diatas
penulis berminat untuk melakukan penelitian mengenai hubungan pemberian
imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak balita di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah ini adalah :
“Apakah ada hubungan pemberian Imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis
paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa?”
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini yaitu diketahuinya hubungan pemberian
Imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak balita di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Sedangkan tujuan khususnya
adalah : Pertama, diketahuinya data Imunisasi BCG pada anak balita di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Kedua, diketahuinya kejadian
tuberkulosis paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Non Eksperimen dengan design
penelitian studi komparatif yang bersifat Case Kontrol (Retrospektif), yaitu
penelitian yang berusaha melihat kebelakang, artinya pengumpulan data dimulai
dari efek atau akibat yang telah terjadi (Nursalam, 2003).
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi merupakan seluruh subyek atau objek dengan karakteristik
tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2003). Populasi penelitian ini adalah semua
anak balita dan orang tua anak balita, dimana anak balita tersebut sedang
menjalani pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa,
dengan jumlah populasi 97 anak balita ( 50 kasus dan 47 kontrol ).
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki. Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini dengan menggunakan teknik Non Random Sampling jenis
Sampling Jenuh yaitu cara pengambilan sampel dengan mengambil anggota
populasi semua menjadi sampel (Nursalam, 2003), dengan kriteria inklusi
sebagai berikut : Anak dan orang tua, dimana anak tersebut sedang menjalani
pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa, anak berumur
dibawah 5 tahun, dan bersedia menjadi subyek penelitian. Sedangkan kriteria
eksklusinya adalah : tidak memiliki KMS dan orang tua atau keluarganya tidak
ada yang mengingat sama sekali tanggal lahir dan imunisasi yang sudah
diberikan, dan tidak bersedia menjadi subyek penelitian.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Kasus dalam penelitian ini adalah anak balita yang menderita penyakit
Tuberkulosis paru dan sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa pada bulan Mei 2007 sampai dengan Juni 2007,
Sedangkan kontrolnya anak balita yang tidak menderita penyakit Tuberkulosis
paru dan sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa. Dari 50 kasus yang diambil terdapat 3 anak balita yang masuk dalam
kriteria eksklusi, dengan demikian sample yang diperoleh tepat 94 anak yang
terdiri dari 47 kasus dan 47 kontrol.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa, dengan alamat Jln. Kartini No. 20 Ambarawa Kabupaten Semarang
50611, pada bulan Mei-Juni 2007. Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa diambil sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan lokasi cukup
dekat dengan tempat tinggal peneliti dan dapat mewakili seluruh populasi.
Instrument Penelitian
Alat ukur dan alat Bantu yang dipakai yaitu kuesioner untuk wawancara,
dilengkapi dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk cross-check tanggal lahir
dan imunisasi yang telah diberikan. Kuesioner merupakan sejumlah pertanyaan
tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti
laporan tentang pribadinya atau hal – hal yang diketahui (Arikunto, 2006).
Kuesioner untuk mengukur variabel pemberian imunisasi BCG dan variabel
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
kejadian tuberkulosis paru pada anak, peneliti menggunakan kuesioner
berbentuk pertanyaan tertutup (Closed Ended) jenis Dichotomous Choice, yaitu
pertayaan yang hanya menyediakan 2 jawaban/alternatif, dan responden hanya
memilih satu diantaranya (Arikunto, 2006).
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengisi kuesioner yang berbentuk
pertanyaan tertutup yang diberikan kepada orang tua balita yang memenuhi
sampel. Bila ada responden yang menolak terlibat atau berpartisipasi dalam
penelitian, peneliti mencari pengganti yang sesuai dengan kriteria sampel. Ada
dua macam data yaitu : Data Primer, diperoleh secara langsung dari responden
secara langsung dari responden melalui penyebaran kuesioner kepada orang tua
anak balita yang menjadi sampel penelitian. Hasil penyebaran kuesioner tersebut
dicatat dalam lembar jawab kuesioner dan selanjutnya dilakukan pengkodean
untuk mempermudah analisa data, untuk mendapatkan kasus dilakukan
penyebaran kuesioner kepada orang tua balita yang menderita penyakit
Tuberkulosis paru anak yang sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa. Sedangkan kontrol diperoleh dengan melakukan
penyebaran kuesioner kepada orang tua balita yang menderita penyakit selain
Tuberkulosis paru anak yang sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa. Kedua, Data sekunder didapat dari register anak
di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa yang meliputi nama, jenis
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
kelamin, tempat dan tanggal lahir, nama orang tua, alamat rumah, dan status
kesehatan anak balita.
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis data secara kuantitatif, yaitu :
Analisis Univariat untuk menggambarkan karakteristik masing – masing variabel
yang diteliti dengan menggunakan distribusi frekuensi. Analisis Bivariat untuk
mengidentifikasi ada tidaknya hubungan variabel bebas (pemberian imunisasi
BCG) dengan variabel terikat (kejadian Tuberkulosis paru pada anak). Uji
statistik yang digunakan adalah Rasio Odds ( Ψ ) dengan Interval kepercayaan
95% (Riwidikdo, 2006). Adapun formulasi Rasio Odds (OR) adalah sebagai
berikut :
Proporsi kelompok kasus yang terkena
Rasio Odds () pajanan
=
Proporsi kelompok kontrol yang terkena
pajanan
Adapun cara menarik kesimpulan nilai rasio odds adalah sebagai berikut :
Pertama, apabila OR > 1, artinya mempertinggi resiko. Kedua, apabila OR = 1,
artinya tidak terdapat asosiasi/hubungan. Ketiga, OR < 1, artinya mengurangii
resiko.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
HASIL PENELITIAN
Gambaran Umum Responden
Penelitian ini dilakukan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa pada tanggal 14 Mei – 12 Juni 2007, dengan jumlah responden 94
yang terdiri dari 47 responden sebagai kasus dan 47 responden sebagai kontrol.
Adapun karakteristik responden berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Penderita Tuberkulosis paru pada anak balita yang menjadi subyek
penelitian di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa sebagian besar
berumur ≤ 3 tahun (68%) (tabel 1). Penderita Tuberkulosis paru pada anak
balita yang menjadi subyek penelitian di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (60%) (tabel 2).
Berdasarkan hasil tabulasi untuk pemberian imunisasi BCG dari 94
responden (47 kasus dan 47 kontrol), dapat dijelaskan bahwa sebanyak 91
responden (96,8%) dan yang tidak mendapat imunisasi BCG sebanyak 3
responden (3,2%) (Tabel 3).
Responden yang menderita Tuberkulosis Paru sebanyak 47 responden
(50%) dan responden yang tidak menderita Tuberkulosis Paru sebanyak 47
responden (50%) (tabel 4).
Analisis Bivariat dengan melihat nilai Rasio Odds (OR) dengan interval
kepercayaan (CI) 95% yang dilakukan dengan tabulasi silang (crosstab) dalam
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Descriptive Statistik. Adanya hubungan antara pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai OR < 1 yaitu, OR= 0,489 pada variabel pemberian imunisasi BCG dengan
interval kepercayaan batas bawah 0,043 dan batas atas 5,586 (tabel 5). Berikut
ini disajikan tabulasi 1 sampai dengan 5 yang ditampilkan secara .berurutan :
Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan umur di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa pada tanggal 14 Mei – 12 Juni 2007
Umur Kasus Kontrol Total
N % N % N %
≤ 3
tahun
32 68 19 40 51 54
> 3
tahun
15 32 28 60 43 46
Total 47 100 47 100 94 100
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa
pada tanggal 14 Mei – 12 Juni 2007
Jenis Kasus Kontrol Total
kelamin N % N % N %
Perempuan 19 40 22 47 41 44
Laki – laki 28 60 25 53 53 56
Total 47 100 47 100 94 100
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 3. Pemberian Imunisasi BCG pada balita di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa
Pemberian Imunisasi BCG Frekuensi %
Imunisasi BCG
Tidak Imunisasi BCG
91
3
96,8%
3,2%
Total 94 100%
Sumber : data primer, tahun 2007
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Tabel 4 Kejadian Tuberkulosis Paru yang didapat dari register anak
balita balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa
Kejadian Tuberkulosis Paru Frekuensi %
Tuberkulosis Paru
Tidak Tuberkulosis Paru
47
48
50%
50%
Total 94 100%
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 5. Hasil Analisis Bivariat Hubungan Pemberian Imunisasi BCG
dengan Kejadian Tuberkulosis Paru
Pemberian
Imunisasi BCG
kasus kontrol Total OR (95%
CI)
N % N % N %
Imunisasi BCG 45 96 46 98 91 97 0,489
Tidak Imunisasi
BCG
2 4 1 2 3 3 (0,043 -
5,586)
Total 47 100 47 100 94 100
Sumber : Data Primer dan Data Sekunder, , tahun 2007
Pembahasan
Imunisasi BCG.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian besar responden
mendapatkan imunisasi BCG yaitu sebanyak 91 responden (96,8%). Hal ini
berarti responden tersebut telah diberikan imunisasi BCG. Pemberian imunisasi
BCG merupakan bagian dari faktor imunisasi yang dianalisa untuk memprediksi
kejadian TB paru pada anak. Pemberian imunisasi BCG dapat melindungi anak
dari meningitis TB dan TB Milier dengan derajad proteksi sekitar 86%(Wahab,
2002). Pada hal ini menimbulkan hipotesis bahwa BCG melindungi terhadap
penyebaran bakteri secara hematogen, tetapi tidak mampu membatasi
pertumbuhan fokus yang terlokalisasi seperti pada TB Paru. BCG yang
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
melindungi anak dari lepra dengan perkiraan kemampuan proteksi bervariasi dari
20% di Birma sampai 80% di Uganda (Wahab, 2002).
Kejadian Tuberkulosis Paru.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti mengambil 47 responden
yang menderita TB Paru. TB Paru merupakan penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis yang menyerang paru (Utama,
2003). Kuman ini berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan sehingga dikenal Basil Tahan Asam(BTA).
Penderita TB BTA positif sebagai perantara penyebaran kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan darah) pada waktu batuk dan bersin (Depkes RI, 2002).
TB pada anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran foto rontgen dada dan
uji tuberkulosis. Sehingga harus memperhatikan hal-hal yang mempunyai
sejarah berkaitan erat dengan penderita TB BTA psitif, tes tuberkulosis yang
positif (>10mm). Gambaran foto rontgen sugestif TB, terdapat reaksi kemerahan
lebih cepat (dalam 3-7 hari) setelah imunisasi BCG. Batuk lebih dari 3 minggu,
sakit dan demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas, berat badan turun
tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam satu bulan meskipun sudah
dengan penanganan gizi yang baik, serta gejala-gejala klinis spesifik (pada
kelenjar limfe, otak, tulang dan lain-lain), (Depkes, RI, 2002).
Tuberkulosis Paru yaitu Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru
dibagi menjadi : 1) TB paru BTA positif : bila sekurang-kurangnya 2 dari 3
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif, atau satu spesimen dahak SPS
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran TB aktif. 2)
TB paru BTA negatif : bila pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. Hal ini
dikarenakan kejadian TB dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: umur, jenis
kelamin, imunisasi BCG, status gizi, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), Air Susu
Ibu (ASI), pendidikan Ibu, kebiasaan merokok dalam keluarga (Depkes RI,
2002).
Hubungan Antara Pemberian Imunisasi BCG dengan Kejadian TB Paru
Pada Anak Balita.
Pemberian imunisasi BCG merupakan bagian dari faktor imunisasi yang
dianalisis untuk memprediksi kejadian tuberkulosis paru anak. Dari hasil analisis
diketahui ada 45 kasus (96%) yang mendapat imunisasi BCG dan 2 kasus (4%)
yang tidak mendapat imunisasi BCG. Secara statistik variabel tersebut
menunjukkan hubungan yang bermakna. Pada analisis Bivariat didapatkan Rasio
Odds (RO) pada interval kepercayaan (CI) 95% sebesar 0,489 yang berarti anak
penderita Tuberkulosis Paru tidak mendapatkan imunisasi BCG lebih besar
0,489 kali dibanding anak yang tidak menderita Tuberkulosis Paru. Dengan
demikian hipotesis penelitian diterima.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penemuan Briassoulis (2005) bahwa
imunisasi BCG tidak sepenuhnya melindungi anak dari serangan Tuberkulosis
Paru, juga teori Utama (2003) bahwa tingkat efektivitas vaksin BCG 70-80% bisa
melindungi sebagian besar rakyat dari kuman Tuberkulosis.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Penelitian Pizzo dan Wilfert (1994) dapat disimpulkan bahwa sel – sel
Imunokompeten tubuh telah terbentuk sempurna pada waktu bayi lahir, maka
dengan memberikan vaksinasi BCG lebih dini akan menimbulkan respon imun
yang lebih dini pula, terutama respon imun seluler bukan respon imun humoral.
Karena respon imun berkaitan erat dengan kemampuan tubuh untuk melawan
penyakit maka hasil penelitian yang dilakukan penulis memberikan indikasi
bahwa pemberian imunisasi akan menumbuhkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit Tuberkulosis dengan demikian dapat mencegah Tuberkulosis Paru
lebih awal.
Pada penelitian yang dilakukan penulis, anak balita yang menderita
Tuberkulosis Paru sebagian besar sudah mendapatkan imunisasi BCG karena
kebijakkan Departemen Kesehatan RI pada tahun 2002 bahwa anak yang lahir di
Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan yang memadai imunisasi BCG diberikan
segera setelah lahir.
Anak balita yang tidak imunisasi BCG diperoleh dari anak yang bertempat
tinggal jauh dari fasilitas kesehatan yang memadai dan orang tua lupa atau tidak
mengetahui informasi tentang imunisasi BCG terhadap anaknya yang
seharusnya diberikan Imunisasi BCG dalam masa inkubasi (setelah lahir atau
sampai umur 2 bulan).
Anak yang telah diberikan imunisasi BCG (ada jaringan parut atau scar
pada lengan kanan) dan ternyata menderita Tuberkulosis Paru besar
kemungkinan karena anak telah terinfeksi kuman Tuberkulosis sebelum
diberikan Imunisasi BCG atau anak menderita Tuberkulosis Paru karena faktorJURNAL
KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
faktor lain yang tidak diteliti oleh peneliti seperti status gizi, bayi berat lahir
rendah, air susu ibu (ASI), pendidikan ibu, dan kebiasaan merokok dalam
keluarga.
Berdasarkan hasil analisis Bivariat ternyata anak balita yang tidak
imunisasi BCG sangat berperan terhadap hubungan pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita. Hal ini dapat
diinterpretasikan bahwa anak yang tidak imunisasi BCG mampu meningkatkan
kejadian Tuberkulosis paru pada anak balita (OR=0,489; 95% CI= 0.043 - 5,586).
Anak balita yang tidak imunisai BCG mempunyai kecenderungan mengalami
Tuberkulosis Paru sebesar 0,489 kali dibanding anak balita yang mendapatkan
imunisasi BCG. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa imunisasi BCG dapat
mengurangi resiko kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut : Pertama, Anak balita yang
berobat di Balai Pengobatan Penyakit Paru - paru Ambarawa, sebagian besar
responden diberikan imunisasi BCG. Kedua, Kejadian Tuberkulosis paru
sebagian besar terjadi pada anak yang tidak diberikan imunisasi BCG. Ketiga,
Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
DAFTAR PUSTAKA
Anonym, 2005, Bayi berat lahir rendah, Diambil pada tanggal 21 April 2007,
Available:
http://www.biomed.ee.itb.ac.id/telemedika/m_balita.php?table=bblr.
Arikunto, S, Prof, Dr, 2002, Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek,
Rineke cipta, Jakarta.
Atmosukarto,k., 1993, pengaruh status gizi pada kesakitan balita karena
tuberkulosis di Indonesia, Majalah kesehatan masyarakat Indonesia, 48:8-
11.
Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2002-2003, Survey dmografi
dan kesehatan Indonesia, Jakarta.
Beneson, A.S., 1996 Control of communicable disease in man, 15th ed, American
Public Health Association, Washington DC.
Buor, D., 2001, Mother’s education and child hood mortality in Ghana, Health
Policy, 64:297-309, Available: http://www.sciencedirect.com.
Davies, P.D.O., 1993, Hubungan antara merokok dengan tuberculin, warta TB,
02/IX:1-7.
Departemen Kesehatan RI, 1994, Tetanus neonatorum dan bayi berat lahir
rendah, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2001, Waspadai tuberkulosis pada anak, Diambil
pada tanggal 4 Desember 2006, Available: http://www.ppmplp.depkes.go.id.
Departemen Kesehatan RI, 2002a, Pedoman Nasional Penanggulangan
tuberkulosis, cetakan ke-8, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2002b, Pedoman Nasional Program Imunisasi,
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2002c, pemantauan pertumbuhan balita, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2007, Penyebaran tuberkulosis tahun 2004, Kompas,
Jakarta
Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2005, Laporan program
Penanggulangan Tuberkulosis Paru tahun 2001-2005, Semarang.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2006, Laporan program
penanggulangan tuberkulosis paru tahun 2005, Semarang.
Gerdunas-TBC, 2002, Program penanggulangan tuberklosis, modul-1 pelatihan
penanggulangan tuberklosis nasional, Jakarta.
Ghoto, R,G,, 1993, Why mother’s milk is best, Diambil pada tanggal 4 Juli 2006,
Available: http://www.ncbi.nlm.gov/entrez/query.fcgi.
Ghufron, A., 1994, Smoking and alcohol consumtion as risk factors for
developing pulmonary tuberculosis, Diambil pada tanggal 21 April 2007,
Available: http://www.sciencedirect.com.
Hidayat, Alimul.Aziz.A., 2003, Riset keperawatan dan tehnik penulisan ilmiah,
Salemba Medika, Jakarta.
Huebner, R.E., 1993, The tuberculin skin test, Clinical Infectious Disease, &:968-
975.
Karyadi, E., 2003, Aspek gizi dan imunitas pada penderita tuberculosis, Gizi
medik Indonesia, 2(6):8-10.
Lanasari, R., 1990, Program imunisasi dan permasalahannya di Indonesia,
Cermin Dunia Kedokteran, 65:3-4.
Machfoedz, Ircham, M.S, 2005, Tehnik membuat alat ukur penelitian bidang
kesehatan keperawatan dan kebidanan, Fitramaya, Yogyakarta.
Moedjiono,A.W., 2007, penanggulangan tuberklosis, Kompas No,259.23 Maret
2007.hal 42, Jakarta.
Nursalam, 2003, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan, Edisi 1, Salemba Medika, Jakarta.
Pittard, W.B., 1998, Klasifikasi bayi berat lahir rendah, Edisi bahasa Indonesia
(4):100-129, EGC, Jakarta.
Riwidikdo, H, S. Kp, 2006, Statistik Kesehatan: Belajar Mudah Teknik Analisa
Data Dalam Penelitian Kesehatan, MITRA CENDEKIA Press, Yogyakarta.
Roitt, I.M.,1997, Essential immunology, 9th ed, Blackwell Science, London.
Roth, A., 2004, Low birth wight and calmette-Guerin bacillus vaccination at birth,
Diambil pada tanggal 2 April 2007, Available:
http://www.ncbi.nlm.gov/entrez/query.fcgi.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Santoso, G.M., 1994, Tuberkulosis paru, pedoman diagnosis dan
terapi.Laboratorium/smf Ilmu kesehatan anak, Rumah sakit umum Dr. Soetomo,
Surabaya.
Utama, A., 2003, Tuberkulosis, Diambil pada tanggal 4 Juli 2004, Available:
http://www.infeksi,com/penyakit.
Wahab, A.Samik,, 2002, Sistem Imun Imunisasi dan penyakit imun, Cetakan
pertama, Widya Medika, Jakarta.
WHO, 1993, Breastfeeding in maternal and newborn health, Diambil pada
tanggal 21 April 2007, Available: http://www.who.int/reproductivehealth/
bublication.
WHO, 1994, TB-A global emergency, WHO report on the tuberkulosis epidemic,
(WHO/TB/94.177), Geneva.
WHO, 2002, Nutrient adequacy of exclusivebreastfeeding for the term infant
during the fist six months of life, Diambil pada tanggal 21 April 2007,
Available: http://www.int/child-adolescent-health.
WHO, 2003, global tuberculosis control: Country profil Indonesia, Diambil pada
tanggal 9 Agustus 2006, Available:
http://www.who.int/gpt/publication/index.htm.
Friday, April 12, 2013
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN
TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK BALITA DI BALAI
PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU
AMBARAWA TAHUN 2007
Oleh : Erni Murniasih dan Livana
ABSTRACT
.
Background: Penyakit TB paru sampai saat ini masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Prevalensi TB paru dari tahun ke tahun di kabupaten
Semarang tetap tinggi meskipun strategi penanganan yang diterapkan relatif
sama, yaitu pencegahan dengan imunisasi. Penemuan penderita dan
pengobatan dengan strategi DOT atau pengobatan dengan pengawasan minum
obat secara langsung. Pencegahan dengan imunisasi merupakan tindakan
mengakibatkan seseorang mempunyai ketahanan tubuh yang lebih baik,
sehingga mampu mempertahankan diri terhadap penyakit atau masuknya kuman
dari luar. Imunisasi terhadap penyakit TB adalah imunisasi Bacillus Calmette
Guerin (BCG) yang telah diwajibkan di beberapa negara dan direkomendasikan
di beberapa negara lainnya. Penyakit TB banyak terjadi pada anak balita di
kabupaten Semarang padahal anak balita tersebut sebagian besar sudah
divaksinasi BCG. Berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan penelitian ini
dengan tujuan mengetahui hubungan antara pemberian imunisasi BCG dengan
kejadian TB Paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru
Ambarawa. Penelitian ini dilaksanakan tanggla 14 Mei-12 Juni 2007.
Methods: Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen dengan design
penelitian studi komparatif yang bersifat Case Control (retrospektif) yang
bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian TB Paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru
Ambarawa. Penentuan sampel secara Non Random Sampling jenis sampling
jenuh. Subyek penelitian (responden) pada semua anak balita yang sedang
menjalani pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru Ambarawa. Jumlah
sampel sebanyak 94 responden (47 kasus dan 47 kontrol). Pengumpulan data
dilakukan dengan mengisi kuisioner yang berbentuk pertanyaan tertutup yang
diberikan kepada orang tua balita yang memenuhi sampel.
Result : Hasil uji statistik dengan menggunakan Rasio Odss (Ψ) dengan interval
kepercayaan 95% dan didapatkan hasil OR: 0,489. Hal ini berarti adanya
hubungan antara pemberian imunisasi BCG dengan kejadian TB Paru.Dengan
demikian pemberian imunisasi BCG dapat mengurangi resiko terjadinya TB Paru
pada anak balita.
Kata kunci: Imunisasi BCG, kejadian TB Paru.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Penyakit Tuberkulosis (TB) paru sampai saat ini masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Perhitungan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menunjukkan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB dengan
sekitar 9 juta kasus baru Tuberkulosis setiap tahun. Artinya ada satu orang yang
terinfeksi kuman Mycobacterium Tuberkulosis setiap detik. Kematian yang
disebabkan oleh penyakit Tuberkulosis sekitar 1,6 juta per tahun (Moedjiono,
2007; WHO 2006). Selain itu TB membunuh 1 juta wanita dan 100.000 anak
setiap tahunnya. Tidak kurang dari 583.000 penderita paru dengan 262 BTA
positif dan 140.000 kematian terjadi akibat tuberkulosis pertahun. Pada anak
terdapat 450.000 anak usia di bawah 15 tahun meninggal dunia karena
Tuberkulosis (WHO, 2003). Karena itulah pada tahun 1993 WHO
mencanangkan keadaan darurat global untuk penyakit Tuberkulosis (WHO,
1994).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 di Indonesia
menunjukkan bahwa Tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua golongan
usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Dalam pola penyakit
tuberkulosis menempati urutan ketujuh dengan prevalensi 4,2/1000 penduduk.
Sedangkan survei lain menunjukkan bahwa prevalensi Tuberkulosis Paru
dengan BTA positif sebesar 2,5% yaitu suatu angka yang cukup tinggi karena di
seluruh dunia Pravelensi Tuberkulosis Paru sebesar 0,01% (Misnadiarly, 1994).
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Pada tahun 1994 – 1995 diperkirakan di Indonesia terdapat 1,3 juta kasus
tuberkulosis baru pada anak di bawah usia 15 tahun dan merupakan 5 – 15%
seluruh kasus TB (Santoso, 1994).
Pada tahun 2006 angka temuan kasus baru (Case Detection Rate/CDR)
di Indonesia sebesar 74% atau didapati 174.704 penderita baru dengan
BTA/Basal Tahan Asam positif. Angka kesembuhannya (Sucses Rate/SR) 89%.
Hal ini melampaui target global, yaitu CDR 70% dan SR 85%. Angka kejadian
tuberkulosis menurun dari 128/100.000 penduduk pada tahun 1999 menjadi
107/100.000 penduduk pada tahun 2005. Dalam kenyataannya angka kejadian
itu tidak sama untuk seluruh Indonesia, dimana angka kejadian di Sumatera
160/100.000 penduduk, Jawa 107/100.000 penduduk, Yogyakarta/Bali
64/100.000 penduduk, dan kawasan Indonesia timur (Kalimantan, Sulawesi,
NTB, NTT, Maluku, dan Papua) 210/100.000 penduduk (Depkes RI, 2007).
Pada tahun 2001 sampai dengan 2004 Prevalensi TB Paru di Kabupaten
Semarang sebesar 2,8% dan pada tahun 2005 menurun sedikit menjadi 2,4%
(Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2005,2006), tetapi belum mencapai
target yang ditetapkan WHO yaitu sebesar 0,01%. Prevalensi TB Paru di
Kabupaten Semarang dari tahun ketahun tetap tinggi meskipun strategi
penanganan yang diterapkan relatif sama, yaitu pencegahan dengan Imunisasi
(Expanded Programme on Imunization), penemuan penderita (Case Detection)
dan pengobatan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse) atau pengobatan dengan pengawasan minum obat secara
langsung.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Pencegahan dengan Imunisasi atau vaksinasi merupakan tindakan yang
mengakibatkan seseorang mempunyai ketahanan tubuh yang lebih baik,
sehingga mampu mempertahankan diri terhadap penyakit atau masuknya kuman
dari luar (Roitt, 1997). Vaksinasi terhadap penyakit tuberkulosis adalah vaksinasi
Bacillus Calmette-Guerin (BCG), yang telah diwajibkan di 64 negara dan
direkomendasikan di beberapa Negara lainnya (Briassoulis , 2005). Indonesia
telah melaksanakan vaksinasi BCG sejak tahun 1952.
Dari tahun 1952 sampai 1978 vaksinasi BCG diberikan secara dini
(segera sesudah lahir). Dengan adanya Program Pengembangan Imunisasi
(PPI), pada tahun 1978 waktu pemberiannya diubah menjadi BCG secara lambat
(pada umur 3 bulan), meskipun belum ada kesatuan pendapat antara para klinisi
dan pemerintah. Pada tahun 1990 PPI mengubah pemberian vaksinasi BCG
menjadi segera setelah lahir (dini) kembali (Lanasari, 1990).
Infeksi TB banyak terjadi pada anak – anak yang sejak semula
menghasilkan uji Mantoux positif tetapi tetap divaksinasi BCG, sehingga
kemungkinan diantara mereka sudah menderita TB sebelum divaksinasi. Kini
diakui vaksinasi BCG setidaknya dapat menghindarkan terjadinya TB paru berat
pada anak, tuberkulosis milier yang menyebar keseluruh tubuh dan meningitis
tuberkulosis yang menyerang otak, yang keduanya bisa menyebabkan kematian
pada anak (Depkes RI, 2001,2002b).
Jika dilihat angka Nasional dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SKDI) tahun 2002 – 2003 cakupan Imunisasi BCG telah mencapai
target yaitu sebesar 82,5%. Hasil studi pendahuluan di Balai Pengobatan
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Penyakit Paru-paru Ambarawa pada tanggal 12 Mei 2007, diperoleh data bahwa
pada tahun 2006 di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa terdapat
426 anak yang menderita Tuberkulosis dan pada tanggal 12 Mei 2007 terdapat 5
anak balita yang menderita Tuberkulosis paru dan 3 anak balita yang tidak
menderita Tuberkulosis Paru, dimana dari 8 anak balita tersebut, 7 anak balita
sudah diberikan imunisasi BCG dan 1 anak balita tidak diberikan imunisasi BCG
dan anak balita tersebut tidak menderita TB Paru. Berdasarkan masalah diatas
penulis berminat untuk melakukan penelitian mengenai hubungan pemberian
imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak balita di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah ini adalah :
“Apakah ada hubungan pemberian Imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis
paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa?”
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini yaitu diketahuinya hubungan pemberian
Imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak balita di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Sedangkan tujuan khususnya
adalah : Pertama, diketahuinya data Imunisasi BCG pada anak balita di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Kedua, diketahuinya kejadian
tuberkulosis paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Non Eksperimen dengan design
penelitian studi komparatif yang bersifat Case Kontrol (Retrospektif), yaitu
penelitian yang berusaha melihat kebelakang, artinya pengumpulan data dimulai
dari efek atau akibat yang telah terjadi (Nursalam, 2003).
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi merupakan seluruh subyek atau objek dengan karakteristik
tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2003). Populasi penelitian ini adalah semua
anak balita dan orang tua anak balita, dimana anak balita tersebut sedang
menjalani pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa,
dengan jumlah populasi 97 anak balita ( 50 kasus dan 47 kontrol ).
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki. Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini dengan menggunakan teknik Non Random Sampling jenis
Sampling Jenuh yaitu cara pengambilan sampel dengan mengambil anggota
populasi semua menjadi sampel (Nursalam, 2003), dengan kriteria inklusi
sebagai berikut : Anak dan orang tua, dimana anak tersebut sedang menjalani
pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa, anak berumur
dibawah 5 tahun, dan bersedia menjadi subyek penelitian. Sedangkan kriteria
eksklusinya adalah : tidak memiliki KMS dan orang tua atau keluarganya tidak
ada yang mengingat sama sekali tanggal lahir dan imunisasi yang sudah
diberikan, dan tidak bersedia menjadi subyek penelitian.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Kasus dalam penelitian ini adalah anak balita yang menderita penyakit
Tuberkulosis paru dan sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa pada bulan Mei 2007 sampai dengan Juni 2007,
Sedangkan kontrolnya anak balita yang tidak menderita penyakit Tuberkulosis
paru dan sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa. Dari 50 kasus yang diambil terdapat 3 anak balita yang masuk dalam
kriteria eksklusi, dengan demikian sample yang diperoleh tepat 94 anak yang
terdiri dari 47 kasus dan 47 kontrol.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa, dengan alamat Jln. Kartini No. 20 Ambarawa Kabupaten Semarang
50611, pada bulan Mei-Juni 2007. Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa diambil sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan lokasi cukup
dekat dengan tempat tinggal peneliti dan dapat mewakili seluruh populasi.
Instrument Penelitian
Alat ukur dan alat Bantu yang dipakai yaitu kuesioner untuk wawancara,
dilengkapi dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk cross-check tanggal lahir
dan imunisasi yang telah diberikan. Kuesioner merupakan sejumlah pertanyaan
tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti
laporan tentang pribadinya atau hal – hal yang diketahui (Arikunto, 2006).
Kuesioner untuk mengukur variabel pemberian imunisasi BCG dan variabel
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
kejadian tuberkulosis paru pada anak, peneliti menggunakan kuesioner
berbentuk pertanyaan tertutup (Closed Ended) jenis Dichotomous Choice, yaitu
pertayaan yang hanya menyediakan 2 jawaban/alternatif, dan responden hanya
memilih satu diantaranya (Arikunto, 2006).
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengisi kuesioner yang berbentuk
pertanyaan tertutup yang diberikan kepada orang tua balita yang memenuhi
sampel. Bila ada responden yang menolak terlibat atau berpartisipasi dalam
penelitian, peneliti mencari pengganti yang sesuai dengan kriteria sampel. Ada
dua macam data yaitu : Data Primer, diperoleh secara langsung dari responden
secara langsung dari responden melalui penyebaran kuesioner kepada orang tua
anak balita yang menjadi sampel penelitian. Hasil penyebaran kuesioner tersebut
dicatat dalam lembar jawab kuesioner dan selanjutnya dilakukan pengkodean
untuk mempermudah analisa data, untuk mendapatkan kasus dilakukan
penyebaran kuesioner kepada orang tua balita yang menderita penyakit
Tuberkulosis paru anak yang sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa. Sedangkan kontrol diperoleh dengan melakukan
penyebaran kuesioner kepada orang tua balita yang menderita penyakit selain
Tuberkulosis paru anak yang sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa. Kedua, Data sekunder didapat dari register anak
di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa yang meliputi nama, jenis
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
kelamin, tempat dan tanggal lahir, nama orang tua, alamat rumah, dan status
kesehatan anak balita.
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis data secara kuantitatif, yaitu :
Analisis Univariat untuk menggambarkan karakteristik masing – masing variabel
yang diteliti dengan menggunakan distribusi frekuensi. Analisis Bivariat untuk
mengidentifikasi ada tidaknya hubungan variabel bebas (pemberian imunisasi
BCG) dengan variabel terikat (kejadian Tuberkulosis paru pada anak). Uji
statistik yang digunakan adalah Rasio Odds ( Ψ ) dengan Interval kepercayaan
95% (Riwidikdo, 2006). Adapun formulasi Rasio Odds (OR) adalah sebagai
berikut :
Proporsi kelompok kasus yang terkena
Rasio Odds () pajanan
=
Proporsi kelompok kontrol yang terkena
pajanan
Adapun cara menarik kesimpulan nilai rasio odds adalah sebagai berikut :
Pertama, apabila OR > 1, artinya mempertinggi resiko. Kedua, apabila OR = 1,
artinya tidak terdapat asosiasi/hubungan. Ketiga, OR < 1, artinya mengurangii
resiko.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
HASIL PENELITIAN
Gambaran Umum Responden
Penelitian ini dilakukan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa pada tanggal 14 Mei – 12 Juni 2007, dengan jumlah responden 94
yang terdiri dari 47 responden sebagai kasus dan 47 responden sebagai kontrol.
Adapun karakteristik responden berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Penderita Tuberkulosis paru pada anak balita yang menjadi subyek
penelitian di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa sebagian besar
berumur ≤ 3 tahun (68%) (tabel 1). Penderita Tuberkulosis paru pada anak
balita yang menjadi subyek penelitian di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (60%) (tabel 2).
Berdasarkan hasil tabulasi untuk pemberian imunisasi BCG dari 94
responden (47 kasus dan 47 kontrol), dapat dijelaskan bahwa sebanyak 91
responden (96,8%) dan yang tidak mendapat imunisasi BCG sebanyak 3
responden (3,2%) (Tabel 3).
Responden yang menderita Tuberkulosis Paru sebanyak 47 responden
(50%) dan responden yang tidak menderita Tuberkulosis Paru sebanyak 47
responden (50%) (tabel 4).
Analisis Bivariat dengan melihat nilai Rasio Odds (OR) dengan interval
kepercayaan (CI) 95% yang dilakukan dengan tabulasi silang (crosstab) dalam
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Descriptive Statistik. Adanya hubungan antara pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai OR < 1 yaitu, OR= 0,489 pada variabel pemberian imunisasi BCG dengan
interval kepercayaan batas bawah 0,043 dan batas atas 5,586 (tabel 5). Berikut
ini disajikan tabulasi 1 sampai dengan 5 yang ditampilkan secara .berurutan :
Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan umur di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa pada tanggal 14 Mei – 12 Juni 2007
Umur Kasus Kontrol Total
N % N % N %
≤ 3
tahun
32 68 19 40 51 54
> 3
tahun
15 32 28 60 43 46
Total 47 100 47 100 94 100
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa
pada tanggal 14 Mei – 12 Juni 2007
Jenis Kasus Kontrol Total
kelamin N % N % N %
Perempuan 19 40 22 47 41 44
Laki – laki 28 60 25 53 53 56
Total 47 100 47 100 94 100
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 3. Pemberian Imunisasi BCG pada balita di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa
Pemberian Imunisasi BCG Frekuensi %
Imunisasi BCG
Tidak Imunisasi BCG
91
3
96,8%
3,2%
Total 94 100%
Sumber : data primer, tahun 2007
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Tabel 4 Kejadian Tuberkulosis Paru yang didapat dari register anak
balita balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa
Kejadian Tuberkulosis Paru Frekuensi %
Tuberkulosis Paru
Tidak Tuberkulosis Paru
47
48
50%
50%
Total 94 100%
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 5. Hasil Analisis Bivariat Hubungan Pemberian Imunisasi BCG
dengan Kejadian Tuberkulosis Paru
Pemberian
Imunisasi BCG
kasus kontrol Total OR (95%
CI)
N % N % N %
Imunisasi BCG 45 96 46 98 91 97 0,489
Tidak Imunisasi
BCG
2 4 1 2 3 3 (0,043 -
5,586)
Total 47 100 47 100 94 100
Sumber : Data Primer dan Data Sekunder, , tahun 2007
Pembahasan
Imunisasi BCG.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian besar responden
mendapatkan imunisasi BCG yaitu sebanyak 91 responden (96,8%). Hal ini
berarti responden tersebut telah diberikan imunisasi BCG. Pemberian imunisasi
BCG merupakan bagian dari faktor imunisasi yang dianalisa untuk memprediksi
kejadian TB paru pada anak. Pemberian imunisasi BCG dapat melindungi anak
dari meningitis TB dan TB Milier dengan derajad proteksi sekitar 86%(Wahab,
2002). Pada hal ini menimbulkan hipotesis bahwa BCG melindungi terhadap
penyebaran bakteri secara hematogen, tetapi tidak mampu membatasi
pertumbuhan fokus yang terlokalisasi seperti pada TB Paru. BCG yang
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
melindungi anak dari lepra dengan perkiraan kemampuan proteksi bervariasi dari
20% di Birma sampai 80% di Uganda (Wahab, 2002).
Kejadian Tuberkulosis Paru.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti mengambil 47 responden
yang menderita TB Paru. TB Paru merupakan penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis yang menyerang paru (Utama,
2003). Kuman ini berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan sehingga dikenal Basil Tahan Asam(BTA).
Penderita TB BTA positif sebagai perantara penyebaran kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan darah) pada waktu batuk dan bersin (Depkes RI, 2002).
TB pada anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran foto rontgen dada dan
uji tuberkulosis. Sehingga harus memperhatikan hal-hal yang mempunyai
sejarah berkaitan erat dengan penderita TB BTA psitif, tes tuberkulosis yang
positif (>10mm). Gambaran foto rontgen sugestif TB, terdapat reaksi kemerahan
lebih cepat (dalam 3-7 hari) setelah imunisasi BCG. Batuk lebih dari 3 minggu,
sakit dan demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas, berat badan turun
tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam satu bulan meskipun sudah
dengan penanganan gizi yang baik, serta gejala-gejala klinis spesifik (pada
kelenjar limfe, otak, tulang dan lain-lain), (Depkes, RI, 2002).
Tuberkulosis Paru yaitu Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru
dibagi menjadi : 1) TB paru BTA positif : bila sekurang-kurangnya 2 dari 3
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif, atau satu spesimen dahak SPS
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran TB aktif. 2)
TB paru BTA negatif : bila pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. Hal ini
dikarenakan kejadian TB dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: umur, jenis
kelamin, imunisasi BCG, status gizi, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), Air Susu
Ibu (ASI), pendidikan Ibu, kebiasaan merokok dalam keluarga (Depkes RI,
2002).
Hubungan Antara Pemberian Imunisasi BCG dengan Kejadian TB Paru
Pada Anak Balita.
Pemberian imunisasi BCG merupakan bagian dari faktor imunisasi yang
dianalisis untuk memprediksi kejadian tuberkulosis paru anak. Dari hasil analisis
diketahui ada 45 kasus (96%) yang mendapat imunisasi BCG dan 2 kasus (4%)
yang tidak mendapat imunisasi BCG. Secara statistik variabel tersebut
menunjukkan hubungan yang bermakna. Pada analisis Bivariat didapatkan Rasio
Odds (RO) pada interval kepercayaan (CI) 95% sebesar 0,489 yang berarti anak
penderita Tuberkulosis Paru tidak mendapatkan imunisasi BCG lebih besar
0,489 kali dibanding anak yang tidak menderita Tuberkulosis Paru. Dengan
demikian hipotesis penelitian diterima.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penemuan Briassoulis (2005) bahwa
imunisasi BCG tidak sepenuhnya melindungi anak dari serangan Tuberkulosis
Paru, juga teori Utama (2003) bahwa tingkat efektivitas vaksin BCG 70-80% bisa
melindungi sebagian besar rakyat dari kuman Tuberkulosis.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Penelitian Pizzo dan Wilfert (1994) dapat disimpulkan bahwa sel – sel
Imunokompeten tubuh telah terbentuk sempurna pada waktu bayi lahir, maka
dengan memberikan vaksinasi BCG lebih dini akan menimbulkan respon imun
yang lebih dini pula, terutama respon imun seluler bukan respon imun humoral.
Karena respon imun berkaitan erat dengan kemampuan tubuh untuk melawan
penyakit maka hasil penelitian yang dilakukan penulis memberikan indikasi
bahwa pemberian imunisasi akan menumbuhkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit Tuberkulosis dengan demikian dapat mencegah Tuberkulosis Paru
lebih awal.
Pada penelitian yang dilakukan penulis, anak balita yang menderita
Tuberkulosis Paru sebagian besar sudah mendapatkan imunisasi BCG karena
kebijakkan Departemen Kesehatan RI pada tahun 2002 bahwa anak yang lahir di
Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan yang memadai imunisasi BCG diberikan
segera setelah lahir.
Anak balita yang tidak imunisasi BCG diperoleh dari anak yang bertempat
tinggal jauh dari fasilitas kesehatan yang memadai dan orang tua lupa atau tidak
mengetahui informasi tentang imunisasi BCG terhadap anaknya yang
seharusnya diberikan Imunisasi BCG dalam masa inkubasi (setelah lahir atau
sampai umur 2 bulan).
Anak yang telah diberikan imunisasi BCG (ada jaringan parut atau scar
pada lengan kanan) dan ternyata menderita Tuberkulosis Paru besar
kemungkinan karena anak telah terinfeksi kuman Tuberkulosis sebelum
diberikan Imunisasi BCG atau anak menderita Tuberkulosis Paru karena faktorJURNAL
KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
faktor lain yang tidak diteliti oleh peneliti seperti status gizi, bayi berat lahir
rendah, air susu ibu (ASI), pendidikan ibu, dan kebiasaan merokok dalam
keluarga.
Berdasarkan hasil analisis Bivariat ternyata anak balita yang tidak
imunisasi BCG sangat berperan terhadap hubungan pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita. Hal ini dapat
diinterpretasikan bahwa anak yang tidak imunisasi BCG mampu meningkatkan
kejadian Tuberkulosis paru pada anak balita (OR=0,489; 95% CI= 0.043 - 5,586).
Anak balita yang tidak imunisai BCG mempunyai kecenderungan mengalami
Tuberkulosis Paru sebesar 0,489 kali dibanding anak balita yang mendapatkan
imunisasi BCG. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa imunisasi BCG dapat
mengurangi resiko kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut : Pertama, Anak balita yang
berobat di Balai Pengobatan Penyakit Paru - paru Ambarawa, sebagian besar
responden diberikan imunisasi BCG. Kedua, Kejadian Tuberkulosis paru
sebagian besar terjadi pada anak yang tidak diberikan imunisasi BCG. Ketiga,
Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
DAFTAR PUSTAKA
Anonym, 2005, Bayi berat lahir rendah, Diambil pada tanggal 21 April 2007,
Available:
http://www.biomed.ee.itb.ac.id/telemedika/m_balita.php?table=bblr.
Arikunto, S, Prof, Dr, 2002, Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek,
Rineke cipta, Jakarta.
Atmosukarto,k., 1993, pengaruh status gizi pada kesakitan balita karena
tuberkulosis di Indonesia, Majalah kesehatan masyarakat Indonesia, 48:8-
11.
Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2002-2003, Survey dmografi
dan kesehatan Indonesia, Jakarta.
Beneson, A.S., 1996 Control of communicable disease in man, 15th ed, American
Public Health Association, Washington DC.
Buor, D., 2001, Mother’s education and child hood mortality in Ghana, Health
Policy, 64:297-309, Available: http://www.sciencedirect.com.
Davies, P.D.O., 1993, Hubungan antara merokok dengan tuberculin, warta TB,
02/IX:1-7.
Departemen Kesehatan RI, 1994, Tetanus neonatorum dan bayi berat lahir
rendah, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2001, Waspadai tuberkulosis pada anak, Diambil
pada tanggal 4 Desember 2006, Available: http://www.ppmplp.depkes.go.id.
Departemen Kesehatan RI, 2002a, Pedoman Nasional Penanggulangan
tuberkulosis, cetakan ke-8, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2002b, Pedoman Nasional Program Imunisasi,
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2002c, pemantauan pertumbuhan balita, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2007, Penyebaran tuberkulosis tahun 2004, Kompas,
Jakarta
Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2005, Laporan program
Penanggulangan Tuberkulosis Paru tahun 2001-2005, Semarang.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2006, Laporan program
penanggulangan tuberkulosis paru tahun 2005, Semarang.
Gerdunas-TBC, 2002, Program penanggulangan tuberklosis, modul-1 pelatihan
penanggulangan tuberklosis nasional, Jakarta.
Ghoto, R,G,, 1993, Why mother’s milk is best, Diambil pada tanggal 4 Juli 2006,
Available: http://www.ncbi.nlm.gov/entrez/query.fcgi.
Ghufron, A., 1994, Smoking and alcohol consumtion as risk factors for
developing pulmonary tuberculosis, Diambil pada tanggal 21 April 2007,
Available: http://www.sciencedirect.com.
Hidayat, Alimul.Aziz.A., 2003, Riset keperawatan dan tehnik penulisan ilmiah,
Salemba Medika, Jakarta.
Huebner, R.E., 1993, The tuberculin skin test, Clinical Infectious Disease, &:968-
975.
Karyadi, E., 2003, Aspek gizi dan imunitas pada penderita tuberculosis, Gizi
medik Indonesia, 2(6):8-10.
Lanasari, R., 1990, Program imunisasi dan permasalahannya di Indonesia,
Cermin Dunia Kedokteran, 65:3-4.
Machfoedz, Ircham, M.S, 2005, Tehnik membuat alat ukur penelitian bidang
kesehatan keperawatan dan kebidanan, Fitramaya, Yogyakarta.
Moedjiono,A.W., 2007, penanggulangan tuberklosis, Kompas No,259.23 Maret
2007.hal 42, Jakarta.
Nursalam, 2003, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan, Edisi 1, Salemba Medika, Jakarta.
Pittard, W.B., 1998, Klasifikasi bayi berat lahir rendah, Edisi bahasa Indonesia
(4):100-129, EGC, Jakarta.
Riwidikdo, H, S. Kp, 2006, Statistik Kesehatan: Belajar Mudah Teknik Analisa
Data Dalam Penelitian Kesehatan, MITRA CENDEKIA Press, Yogyakarta.
Roitt, I.M.,1997, Essential immunology, 9th ed, Blackwell Science, London.
Roth, A., 2004, Low birth wight and calmette-Guerin bacillus vaccination at birth,
Diambil pada tanggal 2 April 2007, Available:
http://www.ncbi.nlm.gov/entrez/query.fcgi.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Santoso, G.M., 1994, Tuberkulosis paru, pedoman diagnosis dan
terapi.Laboratorium/smf Ilmu kesehatan anak, Rumah sakit umum Dr. Soetomo,
Surabaya.
Utama, A., 2003, Tuberkulosis, Diambil pada tanggal 4 Juli 2004, Available:
http://www.infeksi,com/penyakit.
Wahab, A.Samik,, 2002, Sistem Imun Imunisasi dan penyakit imun, Cetakan
pertama, Widya Medika, Jakarta.
WHO, 1993, Breastfeeding in maternal and newborn health, Diambil pada
tanggal 21 April 2007, Available: http://www.who.int/reproductivehealth/
bublication.
WHO, 1994, TB-A global emergency, WHO report on the tuberkulosis epidemic,
(WHO/TB/94.177), Geneva.
WHO, 2002, Nutrient adequacy of exclusivebreastfeeding for the term infant
during the fist six months of life, Diambil pada tanggal 21 April 2007,
Available: http://www.int/child-adolescent-health.
WHO, 2003, global tuberculosis control: Country profil Indonesia, Diambil pada
tanggal 9 Agustus 2006, Available:
http://www.who.int/gpt/publication/index.htm.
http://www.skripsistikes.wordpress.com
HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN
TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK BALITA DI BALAI
PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU
AMBARAWA TAHUN 2007
Oleh : Erni Murniasih dan Livana
ABSTRACT
.
Background: Penyakit TB paru sampai saat ini masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Prevalensi TB paru dari tahun ke tahun di kabupaten
Semarang tetap tinggi meskipun strategi penanganan yang diterapkan relatif
sama, yaitu pencegahan dengan imunisasi. Penemuan penderita dan
pengobatan dengan strategi DOT atau pengobatan dengan pengawasan minum
obat secara langsung. Pencegahan dengan imunisasi merupakan tindakan
mengakibatkan seseorang mempunyai ketahanan tubuh yang lebih baik,
sehingga mampu mempertahankan diri terhadap penyakit atau masuknya kuman
dari luar. Imunisasi terhadap penyakit TB adalah imunisasi Bacillus Calmette
Guerin (BCG) yang telah diwajibkan di beberapa negara dan direkomendasikan
di beberapa negara lainnya. Penyakit TB banyak terjadi pada anak balita di
kabupaten Semarang padahal anak balita tersebut sebagian besar sudah
divaksinasi BCG. Berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan penelitian ini
dengan tujuan mengetahui hubungan antara pemberian imunisasi BCG dengan
kejadian TB Paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru
Ambarawa. Penelitian ini dilaksanakan tanggla 14 Mei-12 Juni 2007.
Methods: Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen dengan design
penelitian studi komparatif yang bersifat Case Control (retrospektif) yang
bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian TB Paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru
Ambarawa. Penentuan sampel secara Non Random Sampling jenis sampling
jenuh. Subyek penelitian (responden) pada semua anak balita yang sedang
menjalani pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru Ambarawa. Jumlah
sampel sebanyak 94 responden (47 kasus dan 47 kontrol). Pengumpulan data
dilakukan dengan mengisi kuisioner yang berbentuk pertanyaan tertutup yang
diberikan kepada orang tua balita yang memenuhi sampel.
Result : Hasil uji statistik dengan menggunakan Rasio Odss (Ψ) dengan interval
kepercayaan 95% dan didapatkan hasil OR: 0,489. Hal ini berarti adanya
hubungan antara pemberian imunisasi BCG dengan kejadian TB Paru.Dengan
demikian pemberian imunisasi BCG dapat mengurangi resiko terjadinya TB Paru
pada anak balita.
Kata kunci: Imunisasi BCG, kejadian TB Paru.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Penyakit Tuberkulosis (TB) paru sampai saat ini masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Perhitungan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menunjukkan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB dengan
sekitar 9 juta kasus baru Tuberkulosis setiap tahun. Artinya ada satu orang yang
terinfeksi kuman Mycobacterium Tuberkulosis setiap detik. Kematian yang
disebabkan oleh penyakit Tuberkulosis sekitar 1,6 juta per tahun (Moedjiono,
2007; WHO 2006). Selain itu TB membunuh 1 juta wanita dan 100.000 anak
setiap tahunnya. Tidak kurang dari 583.000 penderita paru dengan 262 BTA
positif dan 140.000 kematian terjadi akibat tuberkulosis pertahun. Pada anak
terdapat 450.000 anak usia di bawah 15 tahun meninggal dunia karena
Tuberkulosis (WHO, 2003). Karena itulah pada tahun 1993 WHO
mencanangkan keadaan darurat global untuk penyakit Tuberkulosis (WHO,
1994).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 di Indonesia
menunjukkan bahwa Tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua golongan
usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Dalam pola penyakit
tuberkulosis menempati urutan ketujuh dengan prevalensi 4,2/1000 penduduk.
Sedangkan survei lain menunjukkan bahwa prevalensi Tuberkulosis Paru
dengan BTA positif sebesar 2,5% yaitu suatu angka yang cukup tinggi karena di
seluruh dunia Pravelensi Tuberkulosis Paru sebesar 0,01% (Misnadiarly, 1994).
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Pada tahun 1994 – 1995 diperkirakan di Indonesia terdapat 1,3 juta kasus
tuberkulosis baru pada anak di bawah usia 15 tahun dan merupakan 5 – 15%
seluruh kasus TB (Santoso, 1994).
Pada tahun 2006 angka temuan kasus baru (Case Detection Rate/CDR)
di Indonesia sebesar 74% atau didapati 174.704 penderita baru dengan
BTA/Basal Tahan Asam positif. Angka kesembuhannya (Sucses Rate/SR) 89%.
Hal ini melampaui target global, yaitu CDR 70% dan SR 85%. Angka kejadian
tuberkulosis menurun dari 128/100.000 penduduk pada tahun 1999 menjadi
107/100.000 penduduk pada tahun 2005. Dalam kenyataannya angka kejadian
itu tidak sama untuk seluruh Indonesia, dimana angka kejadian di Sumatera
160/100.000 penduduk, Jawa 107/100.000 penduduk, Yogyakarta/Bali
64/100.000 penduduk, dan kawasan Indonesia timur (Kalimantan, Sulawesi,
NTB, NTT, Maluku, dan Papua) 210/100.000 penduduk (Depkes RI, 2007).
Pada tahun 2001 sampai dengan 2004 Prevalensi TB Paru di Kabupaten
Semarang sebesar 2,8% dan pada tahun 2005 menurun sedikit menjadi 2,4%
(Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2005,2006), tetapi belum mencapai
target yang ditetapkan WHO yaitu sebesar 0,01%. Prevalensi TB Paru di
Kabupaten Semarang dari tahun ketahun tetap tinggi meskipun strategi
penanganan yang diterapkan relatif sama, yaitu pencegahan dengan Imunisasi
(Expanded Programme on Imunization), penemuan penderita (Case Detection)
dan pengobatan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse) atau pengobatan dengan pengawasan minum obat secara
langsung.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Pencegahan dengan Imunisasi atau vaksinasi merupakan tindakan yang
mengakibatkan seseorang mempunyai ketahanan tubuh yang lebih baik,
sehingga mampu mempertahankan diri terhadap penyakit atau masuknya kuman
dari luar (Roitt, 1997). Vaksinasi terhadap penyakit tuberkulosis adalah vaksinasi
Bacillus Calmette-Guerin (BCG), yang telah diwajibkan di 64 negara dan
direkomendasikan di beberapa Negara lainnya (Briassoulis , 2005). Indonesia
telah melaksanakan vaksinasi BCG sejak tahun 1952.
Dari tahun 1952 sampai 1978 vaksinasi BCG diberikan secara dini
(segera sesudah lahir). Dengan adanya Program Pengembangan Imunisasi
(PPI), pada tahun 1978 waktu pemberiannya diubah menjadi BCG secara lambat
(pada umur 3 bulan), meskipun belum ada kesatuan pendapat antara para klinisi
dan pemerintah. Pada tahun 1990 PPI mengubah pemberian vaksinasi BCG
menjadi segera setelah lahir (dini) kembali (Lanasari, 1990).
Infeksi TB banyak terjadi pada anak – anak yang sejak semula
menghasilkan uji Mantoux positif tetapi tetap divaksinasi BCG, sehingga
kemungkinan diantara mereka sudah menderita TB sebelum divaksinasi. Kini
diakui vaksinasi BCG setidaknya dapat menghindarkan terjadinya TB paru berat
pada anak, tuberkulosis milier yang menyebar keseluruh tubuh dan meningitis
tuberkulosis yang menyerang otak, yang keduanya bisa menyebabkan kematian
pada anak (Depkes RI, 2001,2002b).
Jika dilihat angka Nasional dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SKDI) tahun 2002 – 2003 cakupan Imunisasi BCG telah mencapai
target yaitu sebesar 82,5%. Hasil studi pendahuluan di Balai Pengobatan
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Penyakit Paru-paru Ambarawa pada tanggal 12 Mei 2007, diperoleh data bahwa
pada tahun 2006 di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa terdapat
426 anak yang menderita Tuberkulosis dan pada tanggal 12 Mei 2007 terdapat 5
anak balita yang menderita Tuberkulosis paru dan 3 anak balita yang tidak
menderita Tuberkulosis Paru, dimana dari 8 anak balita tersebut, 7 anak balita
sudah diberikan imunisasi BCG dan 1 anak balita tidak diberikan imunisasi BCG
dan anak balita tersebut tidak menderita TB Paru. Berdasarkan masalah diatas
penulis berminat untuk melakukan penelitian mengenai hubungan pemberian
imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak balita di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah ini adalah :
“Apakah ada hubungan pemberian Imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis
paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa?”
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini yaitu diketahuinya hubungan pemberian
Imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak balita di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Sedangkan tujuan khususnya
adalah : Pertama, diketahuinya data Imunisasi BCG pada anak balita di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Kedua, diketahuinya kejadian
tuberkulosis paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Non Eksperimen dengan design
penelitian studi komparatif yang bersifat Case Kontrol (Retrospektif), yaitu
penelitian yang berusaha melihat kebelakang, artinya pengumpulan data dimulai
dari efek atau akibat yang telah terjadi (Nursalam, 2003).
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi merupakan seluruh subyek atau objek dengan karakteristik
tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2003). Populasi penelitian ini adalah semua
anak balita dan orang tua anak balita, dimana anak balita tersebut sedang
menjalani pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa,
dengan jumlah populasi 97 anak balita ( 50 kasus dan 47 kontrol ).
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki. Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini dengan menggunakan teknik Non Random Sampling jenis
Sampling Jenuh yaitu cara pengambilan sampel dengan mengambil anggota
populasi semua menjadi sampel (Nursalam, 2003), dengan kriteria inklusi
sebagai berikut : Anak dan orang tua, dimana anak tersebut sedang menjalani
pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa, anak berumur
dibawah 5 tahun, dan bersedia menjadi subyek penelitian. Sedangkan kriteria
eksklusinya adalah : tidak memiliki KMS dan orang tua atau keluarganya tidak
ada yang mengingat sama sekali tanggal lahir dan imunisasi yang sudah
diberikan, dan tidak bersedia menjadi subyek penelitian.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Kasus dalam penelitian ini adalah anak balita yang menderita penyakit
Tuberkulosis paru dan sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa pada bulan Mei 2007 sampai dengan Juni 2007,
Sedangkan kontrolnya anak balita yang tidak menderita penyakit Tuberkulosis
paru dan sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa. Dari 50 kasus yang diambil terdapat 3 anak balita yang masuk dalam
kriteria eksklusi, dengan demikian sample yang diperoleh tepat 94 anak yang
terdiri dari 47 kasus dan 47 kontrol.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa, dengan alamat Jln. Kartini No. 20 Ambarawa Kabupaten Semarang
50611, pada bulan Mei-Juni 2007. Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa diambil sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan lokasi cukup
dekat dengan tempat tinggal peneliti dan dapat mewakili seluruh populasi.
Instrument Penelitian
Alat ukur dan alat Bantu yang dipakai yaitu kuesioner untuk wawancara,
dilengkapi dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk cross-check tanggal lahir
dan imunisasi yang telah diberikan. Kuesioner merupakan sejumlah pertanyaan
tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti
laporan tentang pribadinya atau hal – hal yang diketahui (Arikunto, 2006).
Kuesioner untuk mengukur variabel pemberian imunisasi BCG dan variabel
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
kejadian tuberkulosis paru pada anak, peneliti menggunakan kuesioner
berbentuk pertanyaan tertutup (Closed Ended) jenis Dichotomous Choice, yaitu
pertayaan yang hanya menyediakan 2 jawaban/alternatif, dan responden hanya
memilih satu diantaranya (Arikunto, 2006).
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengisi kuesioner yang berbentuk
pertanyaan tertutup yang diberikan kepada orang tua balita yang memenuhi
sampel. Bila ada responden yang menolak terlibat atau berpartisipasi dalam
penelitian, peneliti mencari pengganti yang sesuai dengan kriteria sampel. Ada
dua macam data yaitu : Data Primer, diperoleh secara langsung dari responden
secara langsung dari responden melalui penyebaran kuesioner kepada orang tua
anak balita yang menjadi sampel penelitian. Hasil penyebaran kuesioner tersebut
dicatat dalam lembar jawab kuesioner dan selanjutnya dilakukan pengkodean
untuk mempermudah analisa data, untuk mendapatkan kasus dilakukan
penyebaran kuesioner kepada orang tua balita yang menderita penyakit
Tuberkulosis paru anak yang sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa. Sedangkan kontrol diperoleh dengan melakukan
penyebaran kuesioner kepada orang tua balita yang menderita penyakit selain
Tuberkulosis paru anak yang sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa. Kedua, Data sekunder didapat dari register anak
di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa yang meliputi nama, jenis
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
kelamin, tempat dan tanggal lahir, nama orang tua, alamat rumah, dan status
kesehatan anak balita.
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis data secara kuantitatif, yaitu :
Analisis Univariat untuk menggambarkan karakteristik masing – masing variabel
yang diteliti dengan menggunakan distribusi frekuensi. Analisis Bivariat untuk
mengidentifikasi ada tidaknya hubungan variabel bebas (pemberian imunisasi
BCG) dengan variabel terikat (kejadian Tuberkulosis paru pada anak). Uji
statistik yang digunakan adalah Rasio Odds ( Ψ ) dengan Interval kepercayaan
95% (Riwidikdo, 2006). Adapun formulasi Rasio Odds (OR) adalah sebagai
berikut :
Proporsi kelompok kasus yang terkena
Rasio Odds () pajanan
=
Proporsi kelompok kontrol yang terkena
pajanan
Adapun cara menarik kesimpulan nilai rasio odds adalah sebagai berikut :
Pertama, apabila OR > 1, artinya mempertinggi resiko. Kedua, apabila OR = 1,
artinya tidak terdapat asosiasi/hubungan. Ketiga, OR < 1, artinya mengurangii
resiko.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
HASIL PENELITIAN
Gambaran Umum Responden
Penelitian ini dilakukan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa pada tanggal 14 Mei – 12 Juni 2007, dengan jumlah responden 94
yang terdiri dari 47 responden sebagai kasus dan 47 responden sebagai kontrol.
Adapun karakteristik responden berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Penderita Tuberkulosis paru pada anak balita yang menjadi subyek
penelitian di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa sebagian besar
berumur ≤ 3 tahun (68%) (tabel 1). Penderita Tuberkulosis paru pada anak
balita yang menjadi subyek penelitian di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (60%) (tabel 2).
Berdasarkan hasil tabulasi untuk pemberian imunisasi BCG dari 94
responden (47 kasus dan 47 kontrol), dapat dijelaskan bahwa sebanyak 91
responden (96,8%) dan yang tidak mendapat imunisasi BCG sebanyak 3
responden (3,2%) (Tabel 3).
Responden yang menderita Tuberkulosis Paru sebanyak 47 responden
(50%) dan responden yang tidak menderita Tuberkulosis Paru sebanyak 47
responden (50%) (tabel 4).
Analisis Bivariat dengan melihat nilai Rasio Odds (OR) dengan interval
kepercayaan (CI) 95% yang dilakukan dengan tabulasi silang (crosstab) dalam
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Descriptive Statistik. Adanya hubungan antara pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai OR < 1 yaitu, OR= 0,489 pada variabel pemberian imunisasi BCG dengan
interval kepercayaan batas bawah 0,043 dan batas atas 5,586 (tabel 5). Berikut
ini disajikan tabulasi 1 sampai dengan 5 yang ditampilkan secara .berurutan :
Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan umur di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa pada tanggal 14 Mei – 12 Juni 2007
Umur Kasus Kontrol Total
N % N % N %
≤ 3
tahun
32 68 19 40 51 54
> 3
tahun
15 32 28 60 43 46
Total 47 100 47 100 94 100
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa
pada tanggal 14 Mei – 12 Juni 2007
Jenis Kasus Kontrol Total
kelamin N % N % N %
Perempuan 19 40 22 47 41 44
Laki – laki 28 60 25 53 53 56
Total 47 100 47 100 94 100
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 3. Pemberian Imunisasi BCG pada balita di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa
Pemberian Imunisasi BCG Frekuensi %
Imunisasi BCG
Tidak Imunisasi BCG
91
3
96,8%
3,2%
Total 94 100%
Sumber : data primer, tahun 2007
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Tabel 4 Kejadian Tuberkulosis Paru yang didapat dari register anak
balita balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa
Kejadian Tuberkulosis Paru Frekuensi %
Tuberkulosis Paru
Tidak Tuberkulosis Paru
47
48
50%
50%
Total 94 100%
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 5. Hasil Analisis Bivariat Hubungan Pemberian Imunisasi BCG
dengan Kejadian Tuberkulosis Paru
Pemberian
Imunisasi BCG
kasus kontrol Total OR (95%
CI)
N % N % N %
Imunisasi BCG 45 96 46 98 91 97 0,489
Tidak Imunisasi
BCG
2 4 1 2 3 3 (0,043 -
5,586)
Total 47 100 47 100 94 100
Sumber : Data Primer dan Data Sekunder, , tahun 2007
Pembahasan
Imunisasi BCG.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian besar responden
mendapatkan imunisasi BCG yaitu sebanyak 91 responden (96,8%). Hal ini
berarti responden tersebut telah diberikan imunisasi BCG. Pemberian imunisasi
BCG merupakan bagian dari faktor imunisasi yang dianalisa untuk memprediksi
kejadian TB paru pada anak. Pemberian imunisasi BCG dapat melindungi anak
dari meningitis TB dan TB Milier dengan derajad proteksi sekitar 86%(Wahab,
2002). Pada hal ini menimbulkan hipotesis bahwa BCG melindungi terhadap
penyebaran bakteri secara hematogen, tetapi tidak mampu membatasi
pertumbuhan fokus yang terlokalisasi seperti pada TB Paru. BCG yang
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
melindungi anak dari lepra dengan perkiraan kemampuan proteksi bervariasi dari
20% di Birma sampai 80% di Uganda (Wahab, 2002).
Kejadian Tuberkulosis Paru.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti mengambil 47 responden
yang menderita TB Paru. TB Paru merupakan penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis yang menyerang paru (Utama,
2003). Kuman ini berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan sehingga dikenal Basil Tahan Asam(BTA).
Penderita TB BTA positif sebagai perantara penyebaran kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan darah) pada waktu batuk dan bersin (Depkes RI, 2002).
TB pada anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran foto rontgen dada dan
uji tuberkulosis. Sehingga harus memperhatikan hal-hal yang mempunyai
sejarah berkaitan erat dengan penderita TB BTA psitif, tes tuberkulosis yang
positif (>10mm). Gambaran foto rontgen sugestif TB, terdapat reaksi kemerahan
lebih cepat (dalam 3-7 hari) setelah imunisasi BCG. Batuk lebih dari 3 minggu,
sakit dan demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas, berat badan turun
tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam satu bulan meskipun sudah
dengan penanganan gizi yang baik, serta gejala-gejala klinis spesifik (pada
kelenjar limfe, otak, tulang dan lain-lain), (Depkes, RI, 2002).
Tuberkulosis Paru yaitu Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru
dibagi menjadi : 1) TB paru BTA positif : bila sekurang-kurangnya 2 dari 3
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif, atau satu spesimen dahak SPS
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran TB aktif. 2)
TB paru BTA negatif : bila pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. Hal ini
dikarenakan kejadian TB dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: umur, jenis
kelamin, imunisasi BCG, status gizi, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), Air Susu
Ibu (ASI), pendidikan Ibu, kebiasaan merokok dalam keluarga (Depkes RI,
2002).
Hubungan Antara Pemberian Imunisasi BCG dengan Kejadian TB Paru
Pada Anak Balita.
Pemberian imunisasi BCG merupakan bagian dari faktor imunisasi yang
dianalisis untuk memprediksi kejadian tuberkulosis paru anak. Dari hasil analisis
diketahui ada 45 kasus (96%) yang mendapat imunisasi BCG dan 2 kasus (4%)
yang tidak mendapat imunisasi BCG. Secara statistik variabel tersebut
menunjukkan hubungan yang bermakna. Pada analisis Bivariat didapatkan Rasio
Odds (RO) pada interval kepercayaan (CI) 95% sebesar 0,489 yang berarti anak
penderita Tuberkulosis Paru tidak mendapatkan imunisasi BCG lebih besar
0,489 kali dibanding anak yang tidak menderita Tuberkulosis Paru. Dengan
demikian hipotesis penelitian diterima.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penemuan Briassoulis (2005) bahwa
imunisasi BCG tidak sepenuhnya melindungi anak dari serangan Tuberkulosis
Paru, juga teori Utama (2003) bahwa tingkat efektivitas vaksin BCG 70-80% bisa
melindungi sebagian besar rakyat dari kuman Tuberkulosis.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Penelitian Pizzo dan Wilfert (1994) dapat disimpulkan bahwa sel – sel
Imunokompeten tubuh telah terbentuk sempurna pada waktu bayi lahir, maka
dengan memberikan vaksinasi BCG lebih dini akan menimbulkan respon imun
yang lebih dini pula, terutama respon imun seluler bukan respon imun humoral.
Karena respon imun berkaitan erat dengan kemampuan tubuh untuk melawan
penyakit maka hasil penelitian yang dilakukan penulis memberikan indikasi
bahwa pemberian imunisasi akan menumbuhkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit Tuberkulosis dengan demikian dapat mencegah Tuberkulosis Paru
lebih awal.
Pada penelitian yang dilakukan penulis, anak balita yang menderita
Tuberkulosis Paru sebagian besar sudah mendapatkan imunisasi BCG karena
kebijakkan Departemen Kesehatan RI pada tahun 2002 bahwa anak yang lahir di
Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan yang memadai imunisasi BCG diberikan
segera setelah lahir.
Anak balita yang tidak imunisasi BCG diperoleh dari anak yang bertempat
tinggal jauh dari fasilitas kesehatan yang memadai dan orang tua lupa atau tidak
mengetahui informasi tentang imunisasi BCG terhadap anaknya yang
seharusnya diberikan Imunisasi BCG dalam masa inkubasi (setelah lahir atau
sampai umur 2 bulan).
Anak yang telah diberikan imunisasi BCG (ada jaringan parut atau scar
pada lengan kanan) dan ternyata menderita Tuberkulosis Paru besar
kemungkinan karena anak telah terinfeksi kuman Tuberkulosis sebelum
diberikan Imunisasi BCG atau anak menderita Tuberkulosis Paru karena faktorJURNAL
KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
faktor lain yang tidak diteliti oleh peneliti seperti status gizi, bayi berat lahir
rendah, air susu ibu (ASI), pendidikan ibu, dan kebiasaan merokok dalam
keluarga.
Berdasarkan hasil analisis Bivariat ternyata anak balita yang tidak
imunisasi BCG sangat berperan terhadap hubungan pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita. Hal ini dapat
diinterpretasikan bahwa anak yang tidak imunisasi BCG mampu meningkatkan
kejadian Tuberkulosis paru pada anak balita (OR=0,489; 95% CI= 0.043 - 5,586).
Anak balita yang tidak imunisai BCG mempunyai kecenderungan mengalami
Tuberkulosis Paru sebesar 0,489 kali dibanding anak balita yang mendapatkan
imunisasi BCG. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa imunisasi BCG dapat
mengurangi resiko kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut : Pertama, Anak balita yang
berobat di Balai Pengobatan Penyakit Paru - paru Ambarawa, sebagian besar
responden diberikan imunisasi BCG. Kedua, Kejadian Tuberkulosis paru
sebagian besar terjadi pada anak yang tidak diberikan imunisasi BCG. Ketiga,
Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
DAFTAR PUSTAKA
Anonym, 2005, Bayi berat lahir rendah, Diambil pada tanggal 21 April 2007,
Available:
http://www.biomed.ee.itb.ac.id/telemedika/m_balita.php?table=bblr.
Arikunto, S, Prof, Dr, 2002, Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek,
Rineke cipta, Jakarta.
Atmosukarto,k., 1993, pengaruh status gizi pada kesakitan balita karena
tuberkulosis di Indonesia, Majalah kesehatan masyarakat Indonesia, 48:8-
11.
Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2002-2003, Survey dmografi
dan kesehatan Indonesia, Jakarta.
Beneson, A.S., 1996 Control of communicable disease in man, 15th ed, American
Public Health Association, Washington DC.
Buor, D., 2001, Mother’s education and child hood mortality in Ghana, Health
Policy, 64:297-309, Available: http://www.sciencedirect.com.
Davies, P.D.O., 1993, Hubungan antara merokok dengan tuberculin, warta TB,
02/IX:1-7.
Departemen Kesehatan RI, 1994, Tetanus neonatorum dan bayi berat lahir
rendah, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2001, Waspadai tuberkulosis pada anak, Diambil
pada tanggal 4 Desember 2006, Available: http://www.ppmplp.depkes.go.id.
Departemen Kesehatan RI, 2002a, Pedoman Nasional Penanggulangan
tuberkulosis, cetakan ke-8, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2002b, Pedoman Nasional Program Imunisasi,
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2002c, pemantauan pertumbuhan balita, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2007, Penyebaran tuberkulosis tahun 2004, Kompas,
Jakarta
Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2005, Laporan program
Penanggulangan Tuberkulosis Paru tahun 2001-2005, Semarang.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2006, Laporan program
penanggulangan tuberkulosis paru tahun 2005, Semarang.
Gerdunas-TBC, 2002, Program penanggulangan tuberklosis, modul-1 pelatihan
penanggulangan tuberklosis nasional, Jakarta.
Ghoto, R,G,, 1993, Why mother’s milk is best, Diambil pada tanggal 4 Juli 2006,
Available: http://www.ncbi.nlm.gov/entrez/query.fcgi.
Ghufron, A., 1994, Smoking and alcohol consumtion as risk factors for
developing pulmonary tuberculosis, Diambil pada tanggal 21 April 2007,
Available: http://www.sciencedirect.com.
Hidayat, Alimul.Aziz.A., 2003, Riset keperawatan dan tehnik penulisan ilmiah,
Salemba Medika, Jakarta.
Huebner, R.E., 1993, The tuberculin skin test, Clinical Infectious Disease, &:968-
975.
Karyadi, E., 2003, Aspek gizi dan imunitas pada penderita tuberculosis, Gizi
medik Indonesia, 2(6):8-10.
Lanasari, R., 1990, Program imunisasi dan permasalahannya di Indonesia,
Cermin Dunia Kedokteran, 65:3-4.
Machfoedz, Ircham, M.S, 2005, Tehnik membuat alat ukur penelitian bidang
kesehatan keperawatan dan kebidanan, Fitramaya, Yogyakarta.
Moedjiono,A.W., 2007, penanggulangan tuberklosis, Kompas No,259.23 Maret
2007.hal 42, Jakarta.
Nursalam, 2003, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan, Edisi 1, Salemba Medika, Jakarta.
Pittard, W.B., 1998, Klasifikasi bayi berat lahir rendah, Edisi bahasa Indonesia
(4):100-129, EGC, Jakarta.
Riwidikdo, H, S. Kp, 2006, Statistik Kesehatan: Belajar Mudah Teknik Analisa
Data Dalam Penelitian Kesehatan, MITRA CENDEKIA Press, Yogyakarta.
Roitt, I.M.,1997, Essential immunology, 9th ed, Blackwell Science, London.
Roth, A., 2004, Low birth wight and calmette-Guerin bacillus vaccination at birth,
Diambil pada tanggal 2 April 2007, Available:
http://www.ncbi.nlm.gov/entrez/query.fcgi.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Santoso, G.M., 1994, Tuberkulosis paru, pedoman diagnosis dan
terapi.Laboratorium/smf Ilmu kesehatan anak, Rumah sakit umum Dr. Soetomo,
Surabaya.
Utama, A., 2003, Tuberkulosis, Diambil pada tanggal 4 Juli 2004, Available:
http://www.infeksi,com/penyakit.
Wahab, A.Samik,, 2002, Sistem Imun Imunisasi dan penyakit imun, Cetakan
pertama, Widya Medika, Jakarta.
WHO, 1993, Breastfeeding in maternal and newborn health, Diambil pada
tanggal 21 April 2007, Available: http://www.who.int/reproductivehealth/
bublication.
WHO, 1994, TB-A global emergency, WHO report on the tuberkulosis epidemic,
(WHO/TB/94.177), Geneva.
WHO, 2002, Nutrient adequacy of exclusivebreastfeeding for the term infant
during the fist six months of life, Diambil pada tanggal 21 April 2007,
Available: http://www.int/child-adolescent-health.
WHO, 2003, global tuberculosis control: Country profil Indonesia, Diambil pada
tanggal 9 Agustus 2006, Available:
http://www.who.int/gpt/publication/index.htm.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN
TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK BALITA DI BALAI
PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU
AMBARAWA TAHUN 2007
Oleh : Erni Murniasih dan Livana
ABSTRACT
.
Background: Penyakit TB paru sampai saat ini masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Prevalensi TB paru dari tahun ke tahun di kabupaten
Semarang tetap tinggi meskipun strategi penanganan yang diterapkan relatif
sama, yaitu pencegahan dengan imunisasi. Penemuan penderita dan
pengobatan dengan strategi DOT atau pengobatan dengan pengawasan minum
obat secara langsung. Pencegahan dengan imunisasi merupakan tindakan
mengakibatkan seseorang mempunyai ketahanan tubuh yang lebih baik,
sehingga mampu mempertahankan diri terhadap penyakit atau masuknya kuman
dari luar. Imunisasi terhadap penyakit TB adalah imunisasi Bacillus Calmette
Guerin (BCG) yang telah diwajibkan di beberapa negara dan direkomendasikan
di beberapa negara lainnya. Penyakit TB banyak terjadi pada anak balita di
kabupaten Semarang padahal anak balita tersebut sebagian besar sudah
divaksinasi BCG. Berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan penelitian ini
dengan tujuan mengetahui hubungan antara pemberian imunisasi BCG dengan
kejadian TB Paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru
Ambarawa. Penelitian ini dilaksanakan tanggla 14 Mei-12 Juni 2007.
Methods: Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen dengan design
penelitian studi komparatif yang bersifat Case Control (retrospektif) yang
bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian TB Paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru
Ambarawa. Penentuan sampel secara Non Random Sampling jenis sampling
jenuh. Subyek penelitian (responden) pada semua anak balita yang sedang
menjalani pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru Ambarawa. Jumlah
sampel sebanyak 94 responden (47 kasus dan 47 kontrol). Pengumpulan data
dilakukan dengan mengisi kuisioner yang berbentuk pertanyaan tertutup yang
diberikan kepada orang tua balita yang memenuhi sampel.
Result : Hasil uji statistik dengan menggunakan Rasio Odss (Ψ) dengan interval
kepercayaan 95% dan didapatkan hasil OR: 0,489. Hal ini berarti adanya
hubungan antara pemberian imunisasi BCG dengan kejadian TB Paru.Dengan
demikian pemberian imunisasi BCG dapat mengurangi resiko terjadinya TB Paru
pada anak balita.
Kata kunci: Imunisasi BCG, kejadian TB Paru.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Penyakit Tuberkulosis (TB) paru sampai saat ini masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Perhitungan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menunjukkan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB dengan
sekitar 9 juta kasus baru Tuberkulosis setiap tahun. Artinya ada satu orang yang
terinfeksi kuman Mycobacterium Tuberkulosis setiap detik. Kematian yang
disebabkan oleh penyakit Tuberkulosis sekitar 1,6 juta per tahun (Moedjiono,
2007; WHO 2006). Selain itu TB membunuh 1 juta wanita dan 100.000 anak
setiap tahunnya. Tidak kurang dari 583.000 penderita paru dengan 262 BTA
positif dan 140.000 kematian terjadi akibat tuberkulosis pertahun. Pada anak
terdapat 450.000 anak usia di bawah 15 tahun meninggal dunia karena
Tuberkulosis (WHO, 2003). Karena itulah pada tahun 1993 WHO
mencanangkan keadaan darurat global untuk penyakit Tuberkulosis (WHO,
1994).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 di Indonesia
menunjukkan bahwa Tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua golongan
usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Dalam pola penyakit
tuberkulosis menempati urutan ketujuh dengan prevalensi 4,2/1000 penduduk.
Sedangkan survei lain menunjukkan bahwa prevalensi Tuberkulosis Paru
dengan BTA positif sebesar 2,5% yaitu suatu angka yang cukup tinggi karena di
seluruh dunia Pravelensi Tuberkulosis Paru sebesar 0,01% (Misnadiarly, 1994).
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Pada tahun 1994 – 1995 diperkirakan di Indonesia terdapat 1,3 juta kasus
tuberkulosis baru pada anak di bawah usia 15 tahun dan merupakan 5 – 15%
seluruh kasus TB (Santoso, 1994).
Pada tahun 2006 angka temuan kasus baru (Case Detection Rate/CDR)
di Indonesia sebesar 74% atau didapati 174.704 penderita baru dengan
BTA/Basal Tahan Asam positif. Angka kesembuhannya (Sucses Rate/SR) 89%.
Hal ini melampaui target global, yaitu CDR 70% dan SR 85%. Angka kejadian
tuberkulosis menurun dari 128/100.000 penduduk pada tahun 1999 menjadi
107/100.000 penduduk pada tahun 2005. Dalam kenyataannya angka kejadian
itu tidak sama untuk seluruh Indonesia, dimana angka kejadian di Sumatera
160/100.000 penduduk, Jawa 107/100.000 penduduk, Yogyakarta/Bali
64/100.000 penduduk, dan kawasan Indonesia timur (Kalimantan, Sulawesi,
NTB, NTT, Maluku, dan Papua) 210/100.000 penduduk (Depkes RI, 2007).
Pada tahun 2001 sampai dengan 2004 Prevalensi TB Paru di Kabupaten
Semarang sebesar 2,8% dan pada tahun 2005 menurun sedikit menjadi 2,4%
(Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2005,2006), tetapi belum mencapai
target yang ditetapkan WHO yaitu sebesar 0,01%. Prevalensi TB Paru di
Kabupaten Semarang dari tahun ketahun tetap tinggi meskipun strategi
penanganan yang diterapkan relatif sama, yaitu pencegahan dengan Imunisasi
(Expanded Programme on Imunization), penemuan penderita (Case Detection)
dan pengobatan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse) atau pengobatan dengan pengawasan minum obat secara
langsung.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Pencegahan dengan Imunisasi atau vaksinasi merupakan tindakan yang
mengakibatkan seseorang mempunyai ketahanan tubuh yang lebih baik,
sehingga mampu mempertahankan diri terhadap penyakit atau masuknya kuman
dari luar (Roitt, 1997). Vaksinasi terhadap penyakit tuberkulosis adalah vaksinasi
Bacillus Calmette-Guerin (BCG), yang telah diwajibkan di 64 negara dan
direkomendasikan di beberapa Negara lainnya (Briassoulis , 2005). Indonesia
telah melaksanakan vaksinasi BCG sejak tahun 1952.
Dari tahun 1952 sampai 1978 vaksinasi BCG diberikan secara dini
(segera sesudah lahir). Dengan adanya Program Pengembangan Imunisasi
(PPI), pada tahun 1978 waktu pemberiannya diubah menjadi BCG secara lambat
(pada umur 3 bulan), meskipun belum ada kesatuan pendapat antara para klinisi
dan pemerintah. Pada tahun 1990 PPI mengubah pemberian vaksinasi BCG
menjadi segera setelah lahir (dini) kembali (Lanasari, 1990).
Infeksi TB banyak terjadi pada anak – anak yang sejak semula
menghasilkan uji Mantoux positif tetapi tetap divaksinasi BCG, sehingga
kemungkinan diantara mereka sudah menderita TB sebelum divaksinasi. Kini
diakui vaksinasi BCG setidaknya dapat menghindarkan terjadinya TB paru berat
pada anak, tuberkulosis milier yang menyebar keseluruh tubuh dan meningitis
tuberkulosis yang menyerang otak, yang keduanya bisa menyebabkan kematian
pada anak (Depkes RI, 2001,2002b).
Jika dilihat angka Nasional dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SKDI) tahun 2002 – 2003 cakupan Imunisasi BCG telah mencapai
target yaitu sebesar 82,5%. Hasil studi pendahuluan di Balai Pengobatan
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Penyakit Paru-paru Ambarawa pada tanggal 12 Mei 2007, diperoleh data bahwa
pada tahun 2006 di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa terdapat
426 anak yang menderita Tuberkulosis dan pada tanggal 12 Mei 2007 terdapat 5
anak balita yang menderita Tuberkulosis paru dan 3 anak balita yang tidak
menderita Tuberkulosis Paru, dimana dari 8 anak balita tersebut, 7 anak balita
sudah diberikan imunisasi BCG dan 1 anak balita tidak diberikan imunisasi BCG
dan anak balita tersebut tidak menderita TB Paru. Berdasarkan masalah diatas
penulis berminat untuk melakukan penelitian mengenai hubungan pemberian
imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak balita di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah ini adalah :
“Apakah ada hubungan pemberian Imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis
paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa?”
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini yaitu diketahuinya hubungan pemberian
Imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak balita di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Sedangkan tujuan khususnya
adalah : Pertama, diketahuinya data Imunisasi BCG pada anak balita di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Kedua, diketahuinya kejadian
tuberkulosis paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Non Eksperimen dengan design
penelitian studi komparatif yang bersifat Case Kontrol (Retrospektif), yaitu
penelitian yang berusaha melihat kebelakang, artinya pengumpulan data dimulai
dari efek atau akibat yang telah terjadi (Nursalam, 2003).
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi merupakan seluruh subyek atau objek dengan karakteristik
tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2003). Populasi penelitian ini adalah semua
anak balita dan orang tua anak balita, dimana anak balita tersebut sedang
menjalani pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa,
dengan jumlah populasi 97 anak balita ( 50 kasus dan 47 kontrol ).
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki. Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini dengan menggunakan teknik Non Random Sampling jenis
Sampling Jenuh yaitu cara pengambilan sampel dengan mengambil anggota
populasi semua menjadi sampel (Nursalam, 2003), dengan kriteria inklusi
sebagai berikut : Anak dan orang tua, dimana anak tersebut sedang menjalani
pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa, anak berumur
dibawah 5 tahun, dan bersedia menjadi subyek penelitian. Sedangkan kriteria
eksklusinya adalah : tidak memiliki KMS dan orang tua atau keluarganya tidak
ada yang mengingat sama sekali tanggal lahir dan imunisasi yang sudah
diberikan, dan tidak bersedia menjadi subyek penelitian.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Kasus dalam penelitian ini adalah anak balita yang menderita penyakit
Tuberkulosis paru dan sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa pada bulan Mei 2007 sampai dengan Juni 2007,
Sedangkan kontrolnya anak balita yang tidak menderita penyakit Tuberkulosis
paru dan sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa. Dari 50 kasus yang diambil terdapat 3 anak balita yang masuk dalam
kriteria eksklusi, dengan demikian sample yang diperoleh tepat 94 anak yang
terdiri dari 47 kasus dan 47 kontrol.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa, dengan alamat Jln. Kartini No. 20 Ambarawa Kabupaten Semarang
50611, pada bulan Mei-Juni 2007. Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa diambil sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan lokasi cukup
dekat dengan tempat tinggal peneliti dan dapat mewakili seluruh populasi.
Instrument Penelitian
Alat ukur dan alat Bantu yang dipakai yaitu kuesioner untuk wawancara,
dilengkapi dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk cross-check tanggal lahir
dan imunisasi yang telah diberikan. Kuesioner merupakan sejumlah pertanyaan
tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti
laporan tentang pribadinya atau hal – hal yang diketahui (Arikunto, 2006).
Kuesioner untuk mengukur variabel pemberian imunisasi BCG dan variabel
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
kejadian tuberkulosis paru pada anak, peneliti menggunakan kuesioner
berbentuk pertanyaan tertutup (Closed Ended) jenis Dichotomous Choice, yaitu
pertayaan yang hanya menyediakan 2 jawaban/alternatif, dan responden hanya
memilih satu diantaranya (Arikunto, 2006).
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengisi kuesioner yang berbentuk
pertanyaan tertutup yang diberikan kepada orang tua balita yang memenuhi
sampel. Bila ada responden yang menolak terlibat atau berpartisipasi dalam
penelitian, peneliti mencari pengganti yang sesuai dengan kriteria sampel. Ada
dua macam data yaitu : Data Primer, diperoleh secara langsung dari responden
secara langsung dari responden melalui penyebaran kuesioner kepada orang tua
anak balita yang menjadi sampel penelitian. Hasil penyebaran kuesioner tersebut
dicatat dalam lembar jawab kuesioner dan selanjutnya dilakukan pengkodean
untuk mempermudah analisa data, untuk mendapatkan kasus dilakukan
penyebaran kuesioner kepada orang tua balita yang menderita penyakit
Tuberkulosis paru anak yang sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa. Sedangkan kontrol diperoleh dengan melakukan
penyebaran kuesioner kepada orang tua balita yang menderita penyakit selain
Tuberkulosis paru anak yang sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa. Kedua, Data sekunder didapat dari register anak
di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa yang meliputi nama, jenis
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
kelamin, tempat dan tanggal lahir, nama orang tua, alamat rumah, dan status
kesehatan anak balita.
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis data secara kuantitatif, yaitu :
Analisis Univariat untuk menggambarkan karakteristik masing – masing variabel
yang diteliti dengan menggunakan distribusi frekuensi. Analisis Bivariat untuk
mengidentifikasi ada tidaknya hubungan variabel bebas (pemberian imunisasi
BCG) dengan variabel terikat (kejadian Tuberkulosis paru pada anak). Uji
statistik yang digunakan adalah Rasio Odds ( Ψ ) dengan Interval kepercayaan
95% (Riwidikdo, 2006). Adapun formulasi Rasio Odds (OR) adalah sebagai
berikut :
Proporsi kelompok kasus yang terkena
Rasio Odds () pajanan
=
Proporsi kelompok kontrol yang terkena
pajanan
Adapun cara menarik kesimpulan nilai rasio odds adalah sebagai berikut :
Pertama, apabila OR > 1, artinya mempertinggi resiko. Kedua, apabila OR = 1,
artinya tidak terdapat asosiasi/hubungan. Ketiga, OR < 1, artinya mengurangii
resiko.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
HASIL PENELITIAN
Gambaran Umum Responden
Penelitian ini dilakukan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa pada tanggal 14 Mei – 12 Juni 2007, dengan jumlah responden 94
yang terdiri dari 47 responden sebagai kasus dan 47 responden sebagai kontrol.
Adapun karakteristik responden berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Penderita Tuberkulosis paru pada anak balita yang menjadi subyek
penelitian di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa sebagian besar
berumur ≤ 3 tahun (68%) (tabel 1). Penderita Tuberkulosis paru pada anak
balita yang menjadi subyek penelitian di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (60%) (tabel 2).
Berdasarkan hasil tabulasi untuk pemberian imunisasi BCG dari 94
responden (47 kasus dan 47 kontrol), dapat dijelaskan bahwa sebanyak 91
responden (96,8%) dan yang tidak mendapat imunisasi BCG sebanyak 3
responden (3,2%) (Tabel 3).
Responden yang menderita Tuberkulosis Paru sebanyak 47 responden
(50%) dan responden yang tidak menderita Tuberkulosis Paru sebanyak 47
responden (50%) (tabel 4).
Analisis Bivariat dengan melihat nilai Rasio Odds (OR) dengan interval
kepercayaan (CI) 95% yang dilakukan dengan tabulasi silang (crosstab) dalam
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Descriptive Statistik. Adanya hubungan antara pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai OR < 1 yaitu, OR= 0,489 pada variabel pemberian imunisasi BCG dengan
interval kepercayaan batas bawah 0,043 dan batas atas 5,586 (tabel 5). Berikut
ini disajikan tabulasi 1 sampai dengan 5 yang ditampilkan secara .berurutan :
Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan umur di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa pada tanggal 14 Mei – 12 Juni 2007
Umur Kasus Kontrol Total
N % N % N %
≤ 3
tahun
32 68 19 40 51 54
> 3
tahun
15 32 28 60 43 46
Total 47 100 47 100 94 100
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa
pada tanggal 14 Mei – 12 Juni 2007
Jenis Kasus Kontrol Total
kelamin N % N % N %
Perempuan 19 40 22 47 41 44
Laki – laki 28 60 25 53 53 56
Total 47 100 47 100 94 100
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 3. Pemberian Imunisasi BCG pada balita di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa
Pemberian Imunisasi BCG Frekuensi %
Imunisasi BCG
Tidak Imunisasi BCG
91
3
96,8%
3,2%
Total 94 100%
Sumber : data primer, tahun 2007
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Tabel 4 Kejadian Tuberkulosis Paru yang didapat dari register anak
balita balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa
Kejadian Tuberkulosis Paru Frekuensi %
Tuberkulosis Paru
Tidak Tuberkulosis Paru
47
48
50%
50%
Total 94 100%
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 5. Hasil Analisis Bivariat Hubungan Pemberian Imunisasi BCG
dengan Kejadian Tuberkulosis Paru
Pemberian
Imunisasi BCG
kasus kontrol Total OR (95%
CI)
N % N % N %
Imunisasi BCG 45 96 46 98 91 97 0,489
Tidak Imunisasi
BCG
2 4 1 2 3 3 (0,043 -
5,586)
Total 47 100 47 100 94 100
Sumber : Data Primer dan Data Sekunder, , tahun 2007
Pembahasan
Imunisasi BCG.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian besar responden
mendapatkan imunisasi BCG yaitu sebanyak 91 responden (96,8%). Hal ini
berarti responden tersebut telah diberikan imunisasi BCG. Pemberian imunisasi
BCG merupakan bagian dari faktor imunisasi yang dianalisa untuk memprediksi
kejadian TB paru pada anak. Pemberian imunisasi BCG dapat melindungi anak
dari meningitis TB dan TB Milier dengan derajad proteksi sekitar 86%(Wahab,
2002). Pada hal ini menimbulkan hipotesis bahwa BCG melindungi terhadap
penyebaran bakteri secara hematogen, tetapi tidak mampu membatasi
pertumbuhan fokus yang terlokalisasi seperti pada TB Paru. BCG yang
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
melindungi anak dari lepra dengan perkiraan kemampuan proteksi bervariasi dari
20% di Birma sampai 80% di Uganda (Wahab, 2002).
Kejadian Tuberkulosis Paru.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti mengambil 47 responden
yang menderita TB Paru. TB Paru merupakan penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis yang menyerang paru (Utama,
2003). Kuman ini berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan sehingga dikenal Basil Tahan Asam(BTA).
Penderita TB BTA positif sebagai perantara penyebaran kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan darah) pada waktu batuk dan bersin (Depkes RI, 2002).
TB pada anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran foto rontgen dada dan
uji tuberkulosis. Sehingga harus memperhatikan hal-hal yang mempunyai
sejarah berkaitan erat dengan penderita TB BTA psitif, tes tuberkulosis yang
positif (>10mm). Gambaran foto rontgen sugestif TB, terdapat reaksi kemerahan
lebih cepat (dalam 3-7 hari) setelah imunisasi BCG. Batuk lebih dari 3 minggu,
sakit dan demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas, berat badan turun
tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam satu bulan meskipun sudah
dengan penanganan gizi yang baik, serta gejala-gejala klinis spesifik (pada
kelenjar limfe, otak, tulang dan lain-lain), (Depkes, RI, 2002).
Tuberkulosis Paru yaitu Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru
dibagi menjadi : 1) TB paru BTA positif : bila sekurang-kurangnya 2 dari 3
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif, atau satu spesimen dahak SPS
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran TB aktif. 2)
TB paru BTA negatif : bila pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. Hal ini
dikarenakan kejadian TB dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: umur, jenis
kelamin, imunisasi BCG, status gizi, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), Air Susu
Ibu (ASI), pendidikan Ibu, kebiasaan merokok dalam keluarga (Depkes RI,
2002).
Hubungan Antara Pemberian Imunisasi BCG dengan Kejadian TB Paru
Pada Anak Balita.
Pemberian imunisasi BCG merupakan bagian dari faktor imunisasi yang
dianalisis untuk memprediksi kejadian tuberkulosis paru anak. Dari hasil analisis
diketahui ada 45 kasus (96%) yang mendapat imunisasi BCG dan 2 kasus (4%)
yang tidak mendapat imunisasi BCG. Secara statistik variabel tersebut
menunjukkan hubungan yang bermakna. Pada analisis Bivariat didapatkan Rasio
Odds (RO) pada interval kepercayaan (CI) 95% sebesar 0,489 yang berarti anak
penderita Tuberkulosis Paru tidak mendapatkan imunisasi BCG lebih besar
0,489 kali dibanding anak yang tidak menderita Tuberkulosis Paru. Dengan
demikian hipotesis penelitian diterima.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penemuan Briassoulis (2005) bahwa
imunisasi BCG tidak sepenuhnya melindungi anak dari serangan Tuberkulosis
Paru, juga teori Utama (2003) bahwa tingkat efektivitas vaksin BCG 70-80% bisa
melindungi sebagian besar rakyat dari kuman Tuberkulosis.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Penelitian Pizzo dan Wilfert (1994) dapat disimpulkan bahwa sel – sel
Imunokompeten tubuh telah terbentuk sempurna pada waktu bayi lahir, maka
dengan memberikan vaksinasi BCG lebih dini akan menimbulkan respon imun
yang lebih dini pula, terutama respon imun seluler bukan respon imun humoral.
Karena respon imun berkaitan erat dengan kemampuan tubuh untuk melawan
penyakit maka hasil penelitian yang dilakukan penulis memberikan indikasi
bahwa pemberian imunisasi akan menumbuhkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit Tuberkulosis dengan demikian dapat mencegah Tuberkulosis Paru
lebih awal.
Pada penelitian yang dilakukan penulis, anak balita yang menderita
Tuberkulosis Paru sebagian besar sudah mendapatkan imunisasi BCG karena
kebijakkan Departemen Kesehatan RI pada tahun 2002 bahwa anak yang lahir di
Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan yang memadai imunisasi BCG diberikan
segera setelah lahir.
Anak balita yang tidak imunisasi BCG diperoleh dari anak yang bertempat
tinggal jauh dari fasilitas kesehatan yang memadai dan orang tua lupa atau tidak
mengetahui informasi tentang imunisasi BCG terhadap anaknya yang
seharusnya diberikan Imunisasi BCG dalam masa inkubasi (setelah lahir atau
sampai umur 2 bulan).
Anak yang telah diberikan imunisasi BCG (ada jaringan parut atau scar
pada lengan kanan) dan ternyata menderita Tuberkulosis Paru besar
kemungkinan karena anak telah terinfeksi kuman Tuberkulosis sebelum
diberikan Imunisasi BCG atau anak menderita Tuberkulosis Paru karena faktorJURNAL
KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
faktor lain yang tidak diteliti oleh peneliti seperti status gizi, bayi berat lahir
rendah, air susu ibu (ASI), pendidikan ibu, dan kebiasaan merokok dalam
keluarga.
Berdasarkan hasil analisis Bivariat ternyata anak balita yang tidak
imunisasi BCG sangat berperan terhadap hubungan pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita. Hal ini dapat
diinterpretasikan bahwa anak yang tidak imunisasi BCG mampu meningkatkan
kejadian Tuberkulosis paru pada anak balita (OR=0,489; 95% CI= 0.043 - 5,586).
Anak balita yang tidak imunisai BCG mempunyai kecenderungan mengalami
Tuberkulosis Paru sebesar 0,489 kali dibanding anak balita yang mendapatkan
imunisasi BCG. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa imunisasi BCG dapat
mengurangi resiko kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut : Pertama, Anak balita yang
berobat di Balai Pengobatan Penyakit Paru - paru Ambarawa, sebagian besar
responden diberikan imunisasi BCG. Kedua, Kejadian Tuberkulosis paru
sebagian besar terjadi pada anak yang tidak diberikan imunisasi BCG. Ketiga,
Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
DAFTAR PUSTAKA
Anonym, 2005, Bayi berat lahir rendah, Diambil pada tanggal 21 April 2007,
Available:
http://www.biomed.ee.itb.ac.id/telemedika/m_balita.php?table=bblr.
Arikunto, S, Prof, Dr, 2002, Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek,
Rineke cipta, Jakarta.
Atmosukarto,k., 1993, pengaruh status gizi pada kesakitan balita karena
tuberkulosis di Indonesia, Majalah kesehatan masyarakat Indonesia, 48:8-
11.
Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2002-2003, Survey dmografi
dan kesehatan Indonesia, Jakarta.
Beneson, A.S., 1996 Control of communicable disease in man, 15th ed, American
Public Health Association, Washington DC.
Buor, D., 2001, Mother’s education and child hood mortality in Ghana, Health
Policy, 64:297-309, Available: http://www.sciencedirect.com.
Davies, P.D.O., 1993, Hubungan antara merokok dengan tuberculin, warta TB,
02/IX:1-7.
Departemen Kesehatan RI, 1994, Tetanus neonatorum dan bayi berat lahir
rendah, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2001, Waspadai tuberkulosis pada anak, Diambil
pada tanggal 4 Desember 2006, Available: http://www.ppmplp.depkes.go.id.
Departemen Kesehatan RI, 2002a, Pedoman Nasional Penanggulangan
tuberkulosis, cetakan ke-8, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2002b, Pedoman Nasional Program Imunisasi,
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2002c, pemantauan pertumbuhan balita, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2007, Penyebaran tuberkulosis tahun 2004, Kompas,
Jakarta
Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2005, Laporan program
Penanggulangan Tuberkulosis Paru tahun 2001-2005, Semarang.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2006, Laporan program
penanggulangan tuberkulosis paru tahun 2005, Semarang.
Gerdunas-TBC, 2002, Program penanggulangan tuberklosis, modul-1 pelatihan
penanggulangan tuberklosis nasional, Jakarta.
Ghoto, R,G,, 1993, Why mother’s milk is best, Diambil pada tanggal 4 Juli 2006,
Available: http://www.ncbi.nlm.gov/entrez/query.fcgi.
Ghufron, A., 1994, Smoking and alcohol consumtion as risk factors for
developing pulmonary tuberculosis, Diambil pada tanggal 21 April 2007,
Available: http://www.sciencedirect.com.
Hidayat, Alimul.Aziz.A., 2003, Riset keperawatan dan tehnik penulisan ilmiah,
Salemba Medika, Jakarta.
Huebner, R.E., 1993, The tuberculin skin test, Clinical Infectious Disease, &:968-
975.
Karyadi, E., 2003, Aspek gizi dan imunitas pada penderita tuberculosis, Gizi
medik Indonesia, 2(6):8-10.
Lanasari, R., 1990, Program imunisasi dan permasalahannya di Indonesia,
Cermin Dunia Kedokteran, 65:3-4.
Machfoedz, Ircham, M.S, 2005, Tehnik membuat alat ukur penelitian bidang
kesehatan keperawatan dan kebidanan, Fitramaya, Yogyakarta.
Moedjiono,A.W., 2007, penanggulangan tuberklosis, Kompas No,259.23 Maret
2007.hal 42, Jakarta.
Nursalam, 2003, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan, Edisi 1, Salemba Medika, Jakarta.
Pittard, W.B., 1998, Klasifikasi bayi berat lahir rendah, Edisi bahasa Indonesia
(4):100-129, EGC, Jakarta.
Riwidikdo, H, S. Kp, 2006, Statistik Kesehatan: Belajar Mudah Teknik Analisa
Data Dalam Penelitian Kesehatan, MITRA CENDEKIA Press, Yogyakarta.
Roitt, I.M.,1997, Essential immunology, 9th ed, Blackwell Science, London.
Roth, A., 2004, Low birth wight and calmette-Guerin bacillus vaccination at birth,
Diambil pada tanggal 2 April 2007, Available:
http://www.ncbi.nlm.gov/entrez/query.fcgi.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Santoso, G.M., 1994, Tuberkulosis paru, pedoman diagnosis dan
terapi.Laboratorium/smf Ilmu kesehatan anak, Rumah sakit umum Dr. Soetomo,
Surabaya.
Utama, A., 2003, Tuberkulosis, Diambil pada tanggal 4 Juli 2004, Available:
http://www.infeksi,com/penyakit.
Wahab, A.Samik,, 2002, Sistem Imun Imunisasi dan penyakit imun, Cetakan
pertama, Widya Medika, Jakarta.
WHO, 1993, Breastfeeding in maternal and newborn health, Diambil pada
tanggal 21 April 2007, Available: http://www.who.int/reproductivehealth/
bublication.
WHO, 1994, TB-A global emergency, WHO report on the tuberkulosis epidemic,
(WHO/TB/94.177), Geneva.
WHO, 2002, Nutrient adequacy of exclusivebreastfeeding for the term infant
during the fist six months of life, Diambil pada tanggal 21 April 2007,
Available: http://www.int/child-adolescent-health.
WHO, 2003, global tuberculosis control: Country profil Indonesia, Diambil pada
tanggal 9 Agustus 2006, Available:
http://www.who.int/gpt/publication/index.htm.
http://www.skripsistikes.wordpress.com
HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN
TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK BALITA DI BALAI
PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU
AMBARAWA TAHUN 2007
Oleh : Erni Murniasih dan Livana
ABSTRACT
.
Background: Penyakit TB paru sampai saat ini masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Prevalensi TB paru dari tahun ke tahun di kabupaten
Semarang tetap tinggi meskipun strategi penanganan yang diterapkan relatif
sama, yaitu pencegahan dengan imunisasi. Penemuan penderita dan
pengobatan dengan strategi DOT atau pengobatan dengan pengawasan minum
obat secara langsung. Pencegahan dengan imunisasi merupakan tindakan
mengakibatkan seseorang mempunyai ketahanan tubuh yang lebih baik,
sehingga mampu mempertahankan diri terhadap penyakit atau masuknya kuman
dari luar. Imunisasi terhadap penyakit TB adalah imunisasi Bacillus Calmette
Guerin (BCG) yang telah diwajibkan di beberapa negara dan direkomendasikan
di beberapa negara lainnya. Penyakit TB banyak terjadi pada anak balita di
kabupaten Semarang padahal anak balita tersebut sebagian besar sudah
divaksinasi BCG. Berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan penelitian ini
dengan tujuan mengetahui hubungan antara pemberian imunisasi BCG dengan
kejadian TB Paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru
Ambarawa. Penelitian ini dilaksanakan tanggla 14 Mei-12 Juni 2007.
Methods: Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen dengan design
penelitian studi komparatif yang bersifat Case Control (retrospektif) yang
bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian TB Paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru
Ambarawa. Penentuan sampel secara Non Random Sampling jenis sampling
jenuh. Subyek penelitian (responden) pada semua anak balita yang sedang
menjalani pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru Ambarawa. Jumlah
sampel sebanyak 94 responden (47 kasus dan 47 kontrol). Pengumpulan data
dilakukan dengan mengisi kuisioner yang berbentuk pertanyaan tertutup yang
diberikan kepada orang tua balita yang memenuhi sampel.
Result : Hasil uji statistik dengan menggunakan Rasio Odss (Ψ) dengan interval
kepercayaan 95% dan didapatkan hasil OR: 0,489. Hal ini berarti adanya
hubungan antara pemberian imunisasi BCG dengan kejadian TB Paru.Dengan
demikian pemberian imunisasi BCG dapat mengurangi resiko terjadinya TB Paru
pada anak balita.
Kata kunci: Imunisasi BCG, kejadian TB Paru.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Penyakit Tuberkulosis (TB) paru sampai saat ini masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Perhitungan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menunjukkan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB dengan
sekitar 9 juta kasus baru Tuberkulosis setiap tahun. Artinya ada satu orang yang
terinfeksi kuman Mycobacterium Tuberkulosis setiap detik. Kematian yang
disebabkan oleh penyakit Tuberkulosis sekitar 1,6 juta per tahun (Moedjiono,
2007; WHO 2006). Selain itu TB membunuh 1 juta wanita dan 100.000 anak
setiap tahunnya. Tidak kurang dari 583.000 penderita paru dengan 262 BTA
positif dan 140.000 kematian terjadi akibat tuberkulosis pertahun. Pada anak
terdapat 450.000 anak usia di bawah 15 tahun meninggal dunia karena
Tuberkulosis (WHO, 2003). Karena itulah pada tahun 1993 WHO
mencanangkan keadaan darurat global untuk penyakit Tuberkulosis (WHO,
1994).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 di Indonesia
menunjukkan bahwa Tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua golongan
usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Dalam pola penyakit
tuberkulosis menempati urutan ketujuh dengan prevalensi 4,2/1000 penduduk.
Sedangkan survei lain menunjukkan bahwa prevalensi Tuberkulosis Paru
dengan BTA positif sebesar 2,5% yaitu suatu angka yang cukup tinggi karena di
seluruh dunia Pravelensi Tuberkulosis Paru sebesar 0,01% (Misnadiarly, 1994).
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Pada tahun 1994 – 1995 diperkirakan di Indonesia terdapat 1,3 juta kasus
tuberkulosis baru pada anak di bawah usia 15 tahun dan merupakan 5 – 15%
seluruh kasus TB (Santoso, 1994).
Pada tahun 2006 angka temuan kasus baru (Case Detection Rate/CDR)
di Indonesia sebesar 74% atau didapati 174.704 penderita baru dengan
BTA/Basal Tahan Asam positif. Angka kesembuhannya (Sucses Rate/SR) 89%.
Hal ini melampaui target global, yaitu CDR 70% dan SR 85%. Angka kejadian
tuberkulosis menurun dari 128/100.000 penduduk pada tahun 1999 menjadi
107/100.000 penduduk pada tahun 2005. Dalam kenyataannya angka kejadian
itu tidak sama untuk seluruh Indonesia, dimana angka kejadian di Sumatera
160/100.000 penduduk, Jawa 107/100.000 penduduk, Yogyakarta/Bali
64/100.000 penduduk, dan kawasan Indonesia timur (Kalimantan, Sulawesi,
NTB, NTT, Maluku, dan Papua) 210/100.000 penduduk (Depkes RI, 2007).
Pada tahun 2001 sampai dengan 2004 Prevalensi TB Paru di Kabupaten
Semarang sebesar 2,8% dan pada tahun 2005 menurun sedikit menjadi 2,4%
(Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2005,2006), tetapi belum mencapai
target yang ditetapkan WHO yaitu sebesar 0,01%. Prevalensi TB Paru di
Kabupaten Semarang dari tahun ketahun tetap tinggi meskipun strategi
penanganan yang diterapkan relatif sama, yaitu pencegahan dengan Imunisasi
(Expanded Programme on Imunization), penemuan penderita (Case Detection)
dan pengobatan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse) atau pengobatan dengan pengawasan minum obat secara
langsung.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Pencegahan dengan Imunisasi atau vaksinasi merupakan tindakan yang
mengakibatkan seseorang mempunyai ketahanan tubuh yang lebih baik,
sehingga mampu mempertahankan diri terhadap penyakit atau masuknya kuman
dari luar (Roitt, 1997). Vaksinasi terhadap penyakit tuberkulosis adalah vaksinasi
Bacillus Calmette-Guerin (BCG), yang telah diwajibkan di 64 negara dan
direkomendasikan di beberapa Negara lainnya (Briassoulis , 2005). Indonesia
telah melaksanakan vaksinasi BCG sejak tahun 1952.
Dari tahun 1952 sampai 1978 vaksinasi BCG diberikan secara dini
(segera sesudah lahir). Dengan adanya Program Pengembangan Imunisasi
(PPI), pada tahun 1978 waktu pemberiannya diubah menjadi BCG secara lambat
(pada umur 3 bulan), meskipun belum ada kesatuan pendapat antara para klinisi
dan pemerintah. Pada tahun 1990 PPI mengubah pemberian vaksinasi BCG
menjadi segera setelah lahir (dini) kembali (Lanasari, 1990).
Infeksi TB banyak terjadi pada anak – anak yang sejak semula
menghasilkan uji Mantoux positif tetapi tetap divaksinasi BCG, sehingga
kemungkinan diantara mereka sudah menderita TB sebelum divaksinasi. Kini
diakui vaksinasi BCG setidaknya dapat menghindarkan terjadinya TB paru berat
pada anak, tuberkulosis milier yang menyebar keseluruh tubuh dan meningitis
tuberkulosis yang menyerang otak, yang keduanya bisa menyebabkan kematian
pada anak (Depkes RI, 2001,2002b).
Jika dilihat angka Nasional dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SKDI) tahun 2002 – 2003 cakupan Imunisasi BCG telah mencapai
target yaitu sebesar 82,5%. Hasil studi pendahuluan di Balai Pengobatan
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Penyakit Paru-paru Ambarawa pada tanggal 12 Mei 2007, diperoleh data bahwa
pada tahun 2006 di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa terdapat
426 anak yang menderita Tuberkulosis dan pada tanggal 12 Mei 2007 terdapat 5
anak balita yang menderita Tuberkulosis paru dan 3 anak balita yang tidak
menderita Tuberkulosis Paru, dimana dari 8 anak balita tersebut, 7 anak balita
sudah diberikan imunisasi BCG dan 1 anak balita tidak diberikan imunisasi BCG
dan anak balita tersebut tidak menderita TB Paru. Berdasarkan masalah diatas
penulis berminat untuk melakukan penelitian mengenai hubungan pemberian
imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak balita di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah ini adalah :
“Apakah ada hubungan pemberian Imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis
paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa?”
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini yaitu diketahuinya hubungan pemberian
Imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak balita di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Sedangkan tujuan khususnya
adalah : Pertama, diketahuinya data Imunisasi BCG pada anak balita di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Kedua, diketahuinya kejadian
tuberkulosis paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Non Eksperimen dengan design
penelitian studi komparatif yang bersifat Case Kontrol (Retrospektif), yaitu
penelitian yang berusaha melihat kebelakang, artinya pengumpulan data dimulai
dari efek atau akibat yang telah terjadi (Nursalam, 2003).
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi merupakan seluruh subyek atau objek dengan karakteristik
tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2003). Populasi penelitian ini adalah semua
anak balita dan orang tua anak balita, dimana anak balita tersebut sedang
menjalani pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa,
dengan jumlah populasi 97 anak balita ( 50 kasus dan 47 kontrol ).
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki. Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini dengan menggunakan teknik Non Random Sampling jenis
Sampling Jenuh yaitu cara pengambilan sampel dengan mengambil anggota
populasi semua menjadi sampel (Nursalam, 2003), dengan kriteria inklusi
sebagai berikut : Anak dan orang tua, dimana anak tersebut sedang menjalani
pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa, anak berumur
dibawah 5 tahun, dan bersedia menjadi subyek penelitian. Sedangkan kriteria
eksklusinya adalah : tidak memiliki KMS dan orang tua atau keluarganya tidak
ada yang mengingat sama sekali tanggal lahir dan imunisasi yang sudah
diberikan, dan tidak bersedia menjadi subyek penelitian.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Kasus dalam penelitian ini adalah anak balita yang menderita penyakit
Tuberkulosis paru dan sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa pada bulan Mei 2007 sampai dengan Juni 2007,
Sedangkan kontrolnya anak balita yang tidak menderita penyakit Tuberkulosis
paru dan sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa. Dari 50 kasus yang diambil terdapat 3 anak balita yang masuk dalam
kriteria eksklusi, dengan demikian sample yang diperoleh tepat 94 anak yang
terdiri dari 47 kasus dan 47 kontrol.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa, dengan alamat Jln. Kartini No. 20 Ambarawa Kabupaten Semarang
50611, pada bulan Mei-Juni 2007. Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa diambil sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan lokasi cukup
dekat dengan tempat tinggal peneliti dan dapat mewakili seluruh populasi.
Instrument Penelitian
Alat ukur dan alat Bantu yang dipakai yaitu kuesioner untuk wawancara,
dilengkapi dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk cross-check tanggal lahir
dan imunisasi yang telah diberikan. Kuesioner merupakan sejumlah pertanyaan
tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti
laporan tentang pribadinya atau hal – hal yang diketahui (Arikunto, 2006).
Kuesioner untuk mengukur variabel pemberian imunisasi BCG dan variabel
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
kejadian tuberkulosis paru pada anak, peneliti menggunakan kuesioner
berbentuk pertanyaan tertutup (Closed Ended) jenis Dichotomous Choice, yaitu
pertayaan yang hanya menyediakan 2 jawaban/alternatif, dan responden hanya
memilih satu diantaranya (Arikunto, 2006).
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengisi kuesioner yang berbentuk
pertanyaan tertutup yang diberikan kepada orang tua balita yang memenuhi
sampel. Bila ada responden yang menolak terlibat atau berpartisipasi dalam
penelitian, peneliti mencari pengganti yang sesuai dengan kriteria sampel. Ada
dua macam data yaitu : Data Primer, diperoleh secara langsung dari responden
secara langsung dari responden melalui penyebaran kuesioner kepada orang tua
anak balita yang menjadi sampel penelitian. Hasil penyebaran kuesioner tersebut
dicatat dalam lembar jawab kuesioner dan selanjutnya dilakukan pengkodean
untuk mempermudah analisa data, untuk mendapatkan kasus dilakukan
penyebaran kuesioner kepada orang tua balita yang menderita penyakit
Tuberkulosis paru anak yang sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa. Sedangkan kontrol diperoleh dengan melakukan
penyebaran kuesioner kepada orang tua balita yang menderita penyakit selain
Tuberkulosis paru anak yang sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa. Kedua, Data sekunder didapat dari register anak
di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa yang meliputi nama, jenis
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
kelamin, tempat dan tanggal lahir, nama orang tua, alamat rumah, dan status
kesehatan anak balita.
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis data secara kuantitatif, yaitu :
Analisis Univariat untuk menggambarkan karakteristik masing – masing variabel
yang diteliti dengan menggunakan distribusi frekuensi. Analisis Bivariat untuk
mengidentifikasi ada tidaknya hubungan variabel bebas (pemberian imunisasi
BCG) dengan variabel terikat (kejadian Tuberkulosis paru pada anak). Uji
statistik yang digunakan adalah Rasio Odds ( Ψ ) dengan Interval kepercayaan
95% (Riwidikdo, 2006). Adapun formulasi Rasio Odds (OR) adalah sebagai
berikut :
Proporsi kelompok kasus yang terkena
Rasio Odds () pajanan
=
Proporsi kelompok kontrol yang terkena
pajanan
Adapun cara menarik kesimpulan nilai rasio odds adalah sebagai berikut :
Pertama, apabila OR > 1, artinya mempertinggi resiko. Kedua, apabila OR = 1,
artinya tidak terdapat asosiasi/hubungan. Ketiga, OR < 1, artinya mengurangii
resiko.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
HASIL PENELITIAN
Gambaran Umum Responden
Penelitian ini dilakukan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa pada tanggal 14 Mei – 12 Juni 2007, dengan jumlah responden 94
yang terdiri dari 47 responden sebagai kasus dan 47 responden sebagai kontrol.
Adapun karakteristik responden berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Penderita Tuberkulosis paru pada anak balita yang menjadi subyek
penelitian di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa sebagian besar
berumur ≤ 3 tahun (68%) (tabel 1). Penderita Tuberkulosis paru pada anak
balita yang menjadi subyek penelitian di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (60%) (tabel 2).
Berdasarkan hasil tabulasi untuk pemberian imunisasi BCG dari 94
responden (47 kasus dan 47 kontrol), dapat dijelaskan bahwa sebanyak 91
responden (96,8%) dan yang tidak mendapat imunisasi BCG sebanyak 3
responden (3,2%) (Tabel 3).
Responden yang menderita Tuberkulosis Paru sebanyak 47 responden
(50%) dan responden yang tidak menderita Tuberkulosis Paru sebanyak 47
responden (50%) (tabel 4).
Analisis Bivariat dengan melihat nilai Rasio Odds (OR) dengan interval
kepercayaan (CI) 95% yang dilakukan dengan tabulasi silang (crosstab) dalam
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Descriptive Statistik. Adanya hubungan antara pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai OR < 1 yaitu, OR= 0,489 pada variabel pemberian imunisasi BCG dengan
interval kepercayaan batas bawah 0,043 dan batas atas 5,586 (tabel 5). Berikut
ini disajikan tabulasi 1 sampai dengan 5 yang ditampilkan secara .berurutan :
Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan umur di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa pada tanggal 14 Mei – 12 Juni 2007
Umur Kasus Kontrol Total
N % N % N %
≤ 3
tahun
32 68 19 40 51 54
> 3
tahun
15 32 28 60 43 46
Total 47 100 47 100 94 100
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa
pada tanggal 14 Mei – 12 Juni 2007
Jenis Kasus Kontrol Total
kelamin N % N % N %
Perempuan 19 40 22 47 41 44
Laki – laki 28 60 25 53 53 56
Total 47 100 47 100 94 100
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 3. Pemberian Imunisasi BCG pada balita di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa
Pemberian Imunisasi BCG Frekuensi %
Imunisasi BCG
Tidak Imunisasi BCG
91
3
96,8%
3,2%
Total 94 100%
Sumber : data primer, tahun 2007
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Tabel 4 Kejadian Tuberkulosis Paru yang didapat dari register anak
balita balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa
Kejadian Tuberkulosis Paru Frekuensi %
Tuberkulosis Paru
Tidak Tuberkulosis Paru
47
48
50%
50%
Total 94 100%
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 5. Hasil Analisis Bivariat Hubungan Pemberian Imunisasi BCG
dengan Kejadian Tuberkulosis Paru
Pemberian
Imunisasi BCG
kasus kontrol Total OR (95%
CI)
N % N % N %
Imunisasi BCG 45 96 46 98 91 97 0,489
Tidak Imunisasi
BCG
2 4 1 2 3 3 (0,043 -
5,586)
Total 47 100 47 100 94 100
Sumber : Data Primer dan Data Sekunder, , tahun 2007
Pembahasan
Imunisasi BCG.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian besar responden
mendapatkan imunisasi BCG yaitu sebanyak 91 responden (96,8%). Hal ini
berarti responden tersebut telah diberikan imunisasi BCG. Pemberian imunisasi
BCG merupakan bagian dari faktor imunisasi yang dianalisa untuk memprediksi
kejadian TB paru pada anak. Pemberian imunisasi BCG dapat melindungi anak
dari meningitis TB dan TB Milier dengan derajad proteksi sekitar 86%(Wahab,
2002). Pada hal ini menimbulkan hipotesis bahwa BCG melindungi terhadap
penyebaran bakteri secara hematogen, tetapi tidak mampu membatasi
pertumbuhan fokus yang terlokalisasi seperti pada TB Paru. BCG yang
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
melindungi anak dari lepra dengan perkiraan kemampuan proteksi bervariasi dari
20% di Birma sampai 80% di Uganda (Wahab, 2002).
Kejadian Tuberkulosis Paru.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti mengambil 47 responden
yang menderita TB Paru. TB Paru merupakan penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis yang menyerang paru (Utama,
2003). Kuman ini berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan sehingga dikenal Basil Tahan Asam(BTA).
Penderita TB BTA positif sebagai perantara penyebaran kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan darah) pada waktu batuk dan bersin (Depkes RI, 2002).
TB pada anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran foto rontgen dada dan
uji tuberkulosis. Sehingga harus memperhatikan hal-hal yang mempunyai
sejarah berkaitan erat dengan penderita TB BTA psitif, tes tuberkulosis yang
positif (>10mm). Gambaran foto rontgen sugestif TB, terdapat reaksi kemerahan
lebih cepat (dalam 3-7 hari) setelah imunisasi BCG. Batuk lebih dari 3 minggu,
sakit dan demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas, berat badan turun
tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam satu bulan meskipun sudah
dengan penanganan gizi yang baik, serta gejala-gejala klinis spesifik (pada
kelenjar limfe, otak, tulang dan lain-lain), (Depkes, RI, 2002).
Tuberkulosis Paru yaitu Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru
dibagi menjadi : 1) TB paru BTA positif : bila sekurang-kurangnya 2 dari 3
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif, atau satu spesimen dahak SPS
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran TB aktif. 2)
TB paru BTA negatif : bila pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. Hal ini
dikarenakan kejadian TB dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: umur, jenis
kelamin, imunisasi BCG, status gizi, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), Air Susu
Ibu (ASI), pendidikan Ibu, kebiasaan merokok dalam keluarga (Depkes RI,
2002).
Hubungan Antara Pemberian Imunisasi BCG dengan Kejadian TB Paru
Pada Anak Balita.
Pemberian imunisasi BCG merupakan bagian dari faktor imunisasi yang
dianalisis untuk memprediksi kejadian tuberkulosis paru anak. Dari hasil analisis
diketahui ada 45 kasus (96%) yang mendapat imunisasi BCG dan 2 kasus (4%)
yang tidak mendapat imunisasi BCG. Secara statistik variabel tersebut
menunjukkan hubungan yang bermakna. Pada analisis Bivariat didapatkan Rasio
Odds (RO) pada interval kepercayaan (CI) 95% sebesar 0,489 yang berarti anak
penderita Tuberkulosis Paru tidak mendapatkan imunisasi BCG lebih besar
0,489 kali dibanding anak yang tidak menderita Tuberkulosis Paru. Dengan
demikian hipotesis penelitian diterima.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penemuan Briassoulis (2005) bahwa
imunisasi BCG tidak sepenuhnya melindungi anak dari serangan Tuberkulosis
Paru, juga teori Utama (2003) bahwa tingkat efektivitas vaksin BCG 70-80% bisa
melindungi sebagian besar rakyat dari kuman Tuberkulosis.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Penelitian Pizzo dan Wilfert (1994) dapat disimpulkan bahwa sel – sel
Imunokompeten tubuh telah terbentuk sempurna pada waktu bayi lahir, maka
dengan memberikan vaksinasi BCG lebih dini akan menimbulkan respon imun
yang lebih dini pula, terutama respon imun seluler bukan respon imun humoral.
Karena respon imun berkaitan erat dengan kemampuan tubuh untuk melawan
penyakit maka hasil penelitian yang dilakukan penulis memberikan indikasi
bahwa pemberian imunisasi akan menumbuhkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit Tuberkulosis dengan demikian dapat mencegah Tuberkulosis Paru
lebih awal.
Pada penelitian yang dilakukan penulis, anak balita yang menderita
Tuberkulosis Paru sebagian besar sudah mendapatkan imunisasi BCG karena
kebijakkan Departemen Kesehatan RI pada tahun 2002 bahwa anak yang lahir di
Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan yang memadai imunisasi BCG diberikan
segera setelah lahir.
Anak balita yang tidak imunisasi BCG diperoleh dari anak yang bertempat
tinggal jauh dari fasilitas kesehatan yang memadai dan orang tua lupa atau tidak
mengetahui informasi tentang imunisasi BCG terhadap anaknya yang
seharusnya diberikan Imunisasi BCG dalam masa inkubasi (setelah lahir atau
sampai umur 2 bulan).
Anak yang telah diberikan imunisasi BCG (ada jaringan parut atau scar
pada lengan kanan) dan ternyata menderita Tuberkulosis Paru besar
kemungkinan karena anak telah terinfeksi kuman Tuberkulosis sebelum
diberikan Imunisasi BCG atau anak menderita Tuberkulosis Paru karena faktorJURNAL
KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
faktor lain yang tidak diteliti oleh peneliti seperti status gizi, bayi berat lahir
rendah, air susu ibu (ASI), pendidikan ibu, dan kebiasaan merokok dalam
keluarga.
Berdasarkan hasil analisis Bivariat ternyata anak balita yang tidak
imunisasi BCG sangat berperan terhadap hubungan pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita. Hal ini dapat
diinterpretasikan bahwa anak yang tidak imunisasi BCG mampu meningkatkan
kejadian Tuberkulosis paru pada anak balita (OR=0,489; 95% CI= 0.043 - 5,586).
Anak balita yang tidak imunisai BCG mempunyai kecenderungan mengalami
Tuberkulosis Paru sebesar 0,489 kali dibanding anak balita yang mendapatkan
imunisasi BCG. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa imunisasi BCG dapat
mengurangi resiko kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut : Pertama, Anak balita yang
berobat di Balai Pengobatan Penyakit Paru - paru Ambarawa, sebagian besar
responden diberikan imunisasi BCG. Kedua, Kejadian Tuberkulosis paru
sebagian besar terjadi pada anak yang tidak diberikan imunisasi BCG. Ketiga,
Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
DAFTAR PUSTAKA
Anonym, 2005, Bayi berat lahir rendah, Diambil pada tanggal 21 April 2007,
Available:
http://www.biomed.ee.itb.ac.id/telemedika/m_balita.php?table=bblr.
Arikunto, S, Prof, Dr, 2002, Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek,
Rineke cipta, Jakarta.
Atmosukarto,k., 1993, pengaruh status gizi pada kesakitan balita karena
tuberkulosis di Indonesia, Majalah kesehatan masyarakat Indonesia, 48:8-
11.
Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2002-2003, Survey dmografi
dan kesehatan Indonesia, Jakarta.
Beneson, A.S., 1996 Control of communicable disease in man, 15th ed, American
Public Health Association, Washington DC.
Buor, D., 2001, Mother’s education and child hood mortality in Ghana, Health
Policy, 64:297-309, Available: http://www.sciencedirect.com.
Davies, P.D.O., 1993, Hubungan antara merokok dengan tuberculin, warta TB,
02/IX:1-7.
Departemen Kesehatan RI, 1994, Tetanus neonatorum dan bayi berat lahir
rendah, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2001, Waspadai tuberkulosis pada anak, Diambil
pada tanggal 4 Desember 2006, Available: http://www.ppmplp.depkes.go.id.
Departemen Kesehatan RI, 2002a, Pedoman Nasional Penanggulangan
tuberkulosis, cetakan ke-8, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2002b, Pedoman Nasional Program Imunisasi,
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2002c, pemantauan pertumbuhan balita, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2007, Penyebaran tuberkulosis tahun 2004, Kompas,
Jakarta
Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2005, Laporan program
Penanggulangan Tuberkulosis Paru tahun 2001-2005, Semarang.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2006, Laporan program
penanggulangan tuberkulosis paru tahun 2005, Semarang.
Gerdunas-TBC, 2002, Program penanggulangan tuberklosis, modul-1 pelatihan
penanggulangan tuberklosis nasional, Jakarta.
Ghoto, R,G,, 1993, Why mother’s milk is best, Diambil pada tanggal 4 Juli 2006,
Available: http://www.ncbi.nlm.gov/entrez/query.fcgi.
Ghufron, A., 1994, Smoking and alcohol consumtion as risk factors for
developing pulmonary tuberculosis, Diambil pada tanggal 21 April 2007,
Available: http://www.sciencedirect.com.
Hidayat, Alimul.Aziz.A., 2003, Riset keperawatan dan tehnik penulisan ilmiah,
Salemba Medika, Jakarta.
Huebner, R.E., 1993, The tuberculin skin test, Clinical Infectious Disease, &:968-
975.
Karyadi, E., 2003, Aspek gizi dan imunitas pada penderita tuberculosis, Gizi
medik Indonesia, 2(6):8-10.
Lanasari, R., 1990, Program imunisasi dan permasalahannya di Indonesia,
Cermin Dunia Kedokteran, 65:3-4.
Machfoedz, Ircham, M.S, 2005, Tehnik membuat alat ukur penelitian bidang
kesehatan keperawatan dan kebidanan, Fitramaya, Yogyakarta.
Moedjiono,A.W., 2007, penanggulangan tuberklosis, Kompas No,259.23 Maret
2007.hal 42, Jakarta.
Nursalam, 2003, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan, Edisi 1, Salemba Medika, Jakarta.
Pittard, W.B., 1998, Klasifikasi bayi berat lahir rendah, Edisi bahasa Indonesia
(4):100-129, EGC, Jakarta.
Riwidikdo, H, S. Kp, 2006, Statistik Kesehatan: Belajar Mudah Teknik Analisa
Data Dalam Penelitian Kesehatan, MITRA CENDEKIA Press, Yogyakarta.
Roitt, I.M.,1997, Essential immunology, 9th ed, Blackwell Science, London.
Roth, A., 2004, Low birth wight and calmette-Guerin bacillus vaccination at birth,
Diambil pada tanggal 2 April 2007, Available:
http://www.ncbi.nlm.gov/entrez/query.fcgi.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Santoso, G.M., 1994, Tuberkulosis paru, pedoman diagnosis dan
terapi.Laboratorium/smf Ilmu kesehatan anak, Rumah sakit umum Dr. Soetomo,
Surabaya.
Utama, A., 2003, Tuberkulosis, Diambil pada tanggal 4 Juli 2004, Available:
http://www.infeksi,com/penyakit.
Wahab, A.Samik,, 2002, Sistem Imun Imunisasi dan penyakit imun, Cetakan
pertama, Widya Medika, Jakarta.
WHO, 1993, Breastfeeding in maternal and newborn health, Diambil pada
tanggal 21 April 2007, Available: http://www.who.int/reproductivehealth/
bublication.
WHO, 1994, TB-A global emergency, WHO report on the tuberkulosis epidemic,
(WHO/TB/94.177), Geneva.
WHO, 2002, Nutrient adequacy of exclusivebreastfeeding for the term infant
during the fist six months of life, Diambil pada tanggal 21 April 2007,
Available: http://www.int/child-adolescent-health.
WHO, 2003, global tuberculosis control: Country profil Indonesia, Diambil pada
tanggal 9 Agustus 2006, Available:
http://www.who.int/gpt/publication/index.htm.
Friday, April 5, 2013
MUTU PELAYANAN KEBIDANAN
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Mutu
pelayanan kebidanan adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan
kebidanan, yang disatu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien
sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata
cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi
kebidanan yang telah ditetapkan.
Program
menjaga mutu tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan standar, karena kegiatan
pokok program tersebut adalah menetapkan masalah, menetapkan penyebab
masalah,menetapkan masalah, menetapkan cara penyelesaian masalah,menilai hasil
dan saran perbaikan yang harus selalu mengacu kepada standar yang telah
ditetapkan sebelumnya sebagai alat menuju terjaminnya mutu.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah yang dimaksud
standar pelayanan kebidanan?
1.2.2 Apa sajakah standar persyaratan minimal?
1.3
Tujuan Makalah
Penulisan makalah ini memiliki tujuan antara lain :
1. Mengetahui tentang standar
pelayanan kebidanan
2. Mengetahui apa saja standar
persyaratan minimal
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 STANDAR
PELAYANAN KEBIDANAN
Standar
pelayanan kebidanan adalah tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna dalam
pelaksanaan praktik kebidanan yang dipergunakan sebagai batas penerimaan
minimal, atau disebut pula sebagai kisaran variasi yang masih dapat diterima
oleh masyarakat.
Standar
pelayanan kebidanan juga digunakan untuk :
a. Menentukan kompetensi yg
diperlukan bidan dalam menjalankan praktik sehari-hari
b. Menilai mutu pelayanan
c. Menyusun rencana diklat bidan
d. Pengembangan kurikulum
pendidikan bidan
2.2
STANDAR PERSYARATAN MINIMAL
Adalah
yang menunjuk pada keadaan minimal yang harus dipenuhi untuk menjamin
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang dibedakan dalam :
a. Standar masukan
b. Standar lingkungan
c. Standar proses
d. Standar keluaran
2.2.1 STANDAR MASUKAN
Standar
struktur / masukan menentukan tingkat sumber daya yang diperlukan agar standar
layanan kesehatan dapat dicapai, contohnya :
Personal,
pasien, peralatan, bahan, gedung, pencatatan dan keuangan, singkatnya semua
sumber daya yang dapat digunakan untuk melakukan layanan kesehatan seperti yang
tersebut dapam standar layanan kesehatan. Contoh yang lain, diantaranya adalah
sebagai berikut :
a. Jenis tenaga
a.)
Generalis (pelaksana)
b.)
Spesialistik (pengelola)
c.)
Konsultan
d.)
Fasilitas
Fasilitas
yg mendukung terlaksananya pelayanan kebidanan sesuai standart
a.)
Peralatan
b.)
Tempat
c.) Kebijakan
d.)
Protap
e.)
Petunjuk pelaksanaan
2.2.2 STANDAR LINGKUNGAN
Dalam
standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal unsur lingkungan yang
diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu yakni
garis-garis besar kebijakan program, pola organisasi serta sistem manajemen
yang harus dipatuhi oleh semua pelaksana.
2.2.2 STANDAR
PROSES
Standar
proses menentukan kegiatan apa yang harus dilakukan agar standar layanan
kesehatan dapat dicapai. Proses akan menjelaskan apa yang dikerjakan, untuk
siapa, siapa yang mengerjakan, kapan dan bagaimana standar layanan kesehatan
dapat dicapai.
a. Proses asuhan (S.O.A.P)
b. Standart praktik profesional
c. Kode etik
2.2.3
STANDAR KELUARAN (OUTPUT)
Standar
keluaran (Output) atau hasil layanan kesehatan ialah hasil layanan kesehatan
yang telah dilaksanakan sesuai standar layanan kesehatan.
Kriteria
output yang umum digunakan antara lain :
a.
Kepuasan pasien
b.
Pengetahuan
pasien
c.
Fungsi pasien
d.
Indikator
kesembuhan, kematian, komplikasi dll.
Salah
satu cara untuk menentukan kriteria adalah dengan menggunakan prinsip “AMOUR” ,
yaitu :
a.
Achievable
(dapat dicapai)
Suatu
criteria harus dapat dicapai. Kenyataanya kita harus slalu dapat bekerja
diantara keinginan dan kemampuan dalam me
ncapai
tujuan . kelompok jaminan pelayanan kesehatan pun dalam menyusun standar
layanan kesehatan dan criteria dapat dibatasi oleh keinginan untuk membuat yang terbaik dan realitas dilapangan .
b.
Measurable
(dapat diukur)
Kriteria
harus dapat di ukur . suatu standar layanan kesehatan mungkin dinyatakan tanpa
ukuran, tetapi indikator harys menyebutkan suatu ukuran.
c.
Observable
(dapat diamati)
Suatu
kriteria harus dapat diamati. Suatu kejadian yang diamati harus mampu dideteksi
oleh panca indera.
d.
Understandable
(dapat dimengerti)
Setiap
kriteria harus dapat dimengerti oleh siapapun yang akan menggunakannya. Suatu
indicator harus jelas, objektif, dan spesifik.
e.
Resonable (masuk
akal)
Suatu
kriteria harus layak atau masuk akal. Penting diperhatikan bahwa profesi
layanan kesehatan yang tidak terlibat dalam penyusunan standar layanana
kesehatan, pasti memiliki “standar pribadi” dan tentunya bukan standar layanan
kesehatan yang resmi.
Mengukur
apa yang dicapai. Pengukuran pencapaian dilakukan dengan cara membandingkan
kenyataan terhadap standar layanan kesehatan, yaitu melakuakan pengukuran
terhadap indikator / kriteria.
Langkah-langkaah
pengukuran mutu adalah sebagai berikut :
a.
Pembentukan
kelompok jaminan mutu
b.
Penyusunan standar
layanan kesehatan
c.
Pemilihan
tekhnik pengukuran mutu
d.
Pengukuran mutu
dengan cara membandingkan standar pelayanan kesehatan dengan kenyataan yang ada
2.3 STANDAR MUTU PELAYANAN
KEBIDANAN
Ruang
lingkup standar pelayanan kebidanan meliputi 24 standar yaitu:
A. Standar pelayanan umum
a.
Standar 1
Persiapan
untuk hidup keluarga sehat
b.
Standar 2
Pencatatan
dan pelaporan
B. Standar pelayanan
antenatal
a.
Standar 3
Identifikasi
ibu hamil
b.
Standar 4
Pemeriksaan
dan pemantauan
c.
Standar 5
palpasi
abdominal
d.
Standar 6
pengelolaan
anemia pada kehamilan
e.
Standar 7
pengelolaan
dini hipertensi pd khmlan
f.
Standar 8
persiapan
persalinan
C. Standar pertolongan
persalinan
g.
Standar 9
asuhan
persalinan kala I
h.
Standar 10
persalinan
kala II yg aman
i.
Standar 11
penatalaksanaan
aktif persalinan kala II
j.
Standar 12
penanganan
kala II dgn gwt jnin mll opisiotomi
D.
Standar pelayanan nifas
k.
Standar 13
perawatan
bayi baru lahir
l.
Standar 14
penanganan
pd 2 jm stlh persalinan
m.
Standar 15
pelayanan
bg ibu dan bayi pd masa nifas
E.
Standar penanganan kegawatan obstetric dan neonatal
Standar
penanganan kegawatan obstetri dan neonatal
n.
Standar 16
penanganan
perdarahan dlm khmlan pd trimester III
o.
Standar 17
penanganan
kegawatan pada eklamsi
p.
Standar 18
penangannan
kegawatan (ada partus lama/macet)
q.
Standar 19
persalianan
dengan penggunaan vacum ekstraksi
r.
Standar 20
penangan
retensio plasenta
s. Standar 21
penanganan
pendarahan post partum primer
t.
Standar 22
penanganan
pendrahan post partum sekunder
u.
Standar 23
penanganan
sepsis puerperalis
v.
Standar 24
penangan
asfiksia neonatorum
2.4 STANDAR PELAYANAN
KEBIDANAN
Standar 1 : falsafah dan tujuan
Pengelolaan
pelayanan kebidanan memiliki visi, misi, filosofi dan tujuan pelayanan serta
organisasi pelayanan sebagai dasar untuk melaksaanakan tugas pelayanan yang
efektif dan efisien.
Definisi
operasional:
a.
Pengeloan
pelayanan kebidanan memilki visi, misi
dan filosofi pelayanan kebidanan yang mengacu pada visi, misi dan filosofi
masing-masing.
b. Ada bagian struktur
organisasi yang mengambarkan garis komando, fungsi dan tanggung jawab serta
kewenangan dalam pelayanan kebidanan dan hubungan dengan unit lain dan disahkan
oleh pimpinan.
c.
Ada uraian
tertulis untuk setiap tenaga yang ada pada organisasi yang disahkan olh
pimpinan.
d. Ada bukti tertulis tentang
persyaratan tenaga yang menduduki jabatan pada organisasi yang disahkan oleh
pimpinan.
2.
Standar II : Administrasi dan pengelolaan
Pengolaan
pelayanan kebidanan memiliki pedoman pengelolaan pelayanan, standar pelayanan,
prosedur tetap dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan pelayanan yang kondusif
yang memungkinkan terjadinya praktik pelayanan kebidanan akurat.
Definisi
Operasional :
a. Ada pedoman penyelenggaraan
pengelolaan pelayanan yang mencerminkan mekanismekerja di unit pelayan tersebut
yang disahkan oleh pempinan.
b. Ada standar pelayanan yang
dibuat mengacu pada pedoman standar alat, standar ruangan, standar ketenagaan
yang telah disahkan oleh pimpinan.
c.
Ada prosedur
tetap untuk setiap jenis kegiatan / tindakan kebidanan yang disahkan oleh
pimpinan
d. Ada rencana / program kerja
disetiap institusi pengelolaan yang mengacu ke institusi induk
e.
Ada bukti
tertulis terselenggaranya pertemuan berkala secara teratur, dilengkapi dengan
daftara hadir dan notulen rapat
f.
Ada naskah
kerjasama, program, praktek dari institusi yang menggunakan satu lahan praktek,
program, pengajaran klinik. Ada bukti administrasi yang meliputi buku
registrasi.
3.
Standar III : Staf dan Pimpinan
Pengelolaan
pelayanan kebidanan mempunyai program pengelolaan sumber daya manusia, agar
pelayanan kebidanan berjalan efektif dan efisien.
Definisi
Operasional
a.
Ada program
kebutuhan SDM sesuai dengan kebutuhan
b. Mempunyai jadwal pengaturan
kerja harian
c.
Ada jadwal dinas
yang menggambarkan kemampuan tiap-tiap per unit yang menduduki tanggung jawab
dan kemampuan yang dimiliki oleh bidan
d. Ada seorang bidan pengganti
dengan peran dan fungsi yang jelas dan kualifikasi minimal selaku kepala
ruangan bila kepala ruangan berhalangan bertugas
e.
Ada data
personil yang bertugas diruangan tersebut
4.
Standar IV : Fasilitas dan Peralatan
Tersedia
sarana dan peralatan untuk mendukung pencapaian tujuan pelayanan kebidanan
sesuai dengan beban tugasnya dan fungsi institusi pelayanan.
Definisi
Opersional
a.
Tersedia
peralatan yang sesuai dengan standard dan ada mekanisme keterlibatan bidan dalam
perencanaan dan pengembangan sarana dan prasarana
b. Ada buku inventaris peralatan
yang mencerminkan jumlah barang dan kualitas barang
c.
Ada pelatihan
khusus untuk bidan tentang penggunaan alat teretentu
d. Ada prosedur permintaan dan penghapusan alat.
5.
Standar V : Kebijakan dan Prosedur
Penangelola
pelayanan kebidanan memiliki kebijakan dalam penyelenggaraan pelayanan dan
pembinaan personil menuju pelayanan yang berkualitas.
Definisi
operasional ;
a.
Ada
kebijaksanaan tertulis tentang prosedur pelayanan dan standar pelayanan yang
disahkan oleh pimpinan.
b.
Ada prosedur
personalia; penerimaan pegawai kontrak kerja, hak dan kewajiban personalia.
c.
Ada personalia
pengajuan cuti personil,istirahat’sakit dan lain-lain.
d.
Ada prosedur
pembinaan personal.
6.
standar VI ; pengembangan staf dan program pendidikan.
Pengelola
pelayanan kebidanan memiliki program pengembangan staf dan perencanaan
pendidikan, sesuai dengan kebutuhan pelayanan
Defenisi
operasional;
a.
Ada program
pembinaan staf dan program pendidikan secara berkesinambungan
b.
Ada program
pelatihan dan orientasi bagi tenaga bidan atau personil baru dan lama agar
dapat beradaptasi dengan pekerjaan.
Ada
data hasil identifikasi kebutuhan pelatihan dan evaluasi hasil pelatihan.
7.
standar VII; standar asuhan
Pengelola
palayanan kebidana memiliki standar asuhan atau manajemen kebidanan yang
ditetapkan sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
Defenisi
operasional:
a. Ada standar manajemen
kebidanan (SMK) sebagai pedoman dsalam memberikan pelayanan kebidanan.
b.
Ada format
manajemen kebidanan yang terdaftar pada catatan medic
c.
Ada pengkajian
asuhan kebidanan bagi setiap klien.
d.
Ada diagnosa
kebidanan.
e.
Ada rencana
asuhan kebidanan.
f.
Ada dokumen
tertulis tentang tindakan kebidanan .
g.
Ada evaluasi
dalam memberikan asuhan kebidanan
h.
Ada dokumentasi
untuk kegiatan manajemen kebidanan.
8.
standar VIII: Evaluasi dan pengendalian mutu
Pengelola
pelayanan kebidanan memiliki program dan pelaksanaan dalam evaluasi dan
pengendalian mutu pelayanan kebidanan yang dilaksanakan secara berkesinambungan
.
Defenisi
operasional:
a.
Ada program
sebagai atau rencana tertulis peningkatan mutu pelayanan kebidanan .
b.
Ada program atau
rencana tertilis untuk melakukan penilaian terhadap standar asuha kebidanan.
c.
Ada bukti
tertulis dari risalah rapat sebagai hasil dari kegiatan pengendalian mutu
asuahan dan pelayanan kebidanan
d.
Ada bukti
tertulis tentang pelaksanaan evaluasi pelayanan dsan rencana tindak lanjut
e.
Ada laporan
hasil evaluasi yang dipublikasikan secara teratur kepada semua staf pelayanan
kebidanan
Subscribe to:
Posts (Atom)